Fikih B
SHOLAT WAJIB SELAIN SHOLAT 5 WAKTU
A.
Ketentuan sholat dan khutbah jum’at
Pembahasan
ketentuan sholat dan khutbah jum’at meliputi pengertian shalat jum’at dan
hukumnya, syarat wajib dan sahnya shalat jum’at.
1.
Pengertian sholat jum’at dan hukumnya
Sholat
jum’at adalah sholat wajib dua rokaat yang dilakukan sesudah khutbah pada waktu
dzuhur dihari jum’at. Dengan demikian sholat jum’at hanya sekali dalam
seminggu. Sholat jum’at hukumnya fardlu a’in bagi setiap muslim laki-laki yang
sudah dewasa, berakal, sehat, merdeka, dan tidak sedang musafir. Allah swt
berfirman:
Hai
orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475].
yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Q.S. al-Jum’ah : 9)
Sholat
jum’at tidak wajib bagi wanita, anak-anak, hamba sahaya, orang sakit, dan
musafir (orang-orang yang sedang dalam perjalanan).
Rasulullah
saw, bersabda yang artinya:
Jum’at
itu hak yang wajib dikerjakan oleh setiap orang islam dengan berjama’ah,
kecuali empat macam orang, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak-anak, dan orang
sakit.(H.R. Abu Daud dari Thariq ibn Syihab: 1067)
2.
Syarat wajib dan sah sholat jum’at
Syarat-syarat
sholat jum’at meliputi syarat wajib dan syarat sah sholat. Kesua syarat itu
harus diketahui dan dipahami oleh seorang muslim.
a.
Syarat wajib sholat jum’at
Sholat
jum’at wajib dilakukan apabila memenuhi persyaratan berikut:
1.
Islam, selain orang islam tidak wajib sholat jum’at
2.
Baligh (dewasa), bagi anak-anak tidak wajib sholat jum’at
3.
Sehat akal
4.
Laki-laki
5.
Sehat badan
6.
bermukim
b.
Syarat sah sholat jum’at
Untuk
mendirikan sholat jum’at, harus terpenuhi syarat sah sebagai berikut:
1)
Dilaksanakan ditempat-tempat yag sudah tetap
2)
Dilaksanakan secara berjama’ah, sedangkan jumlah jamaah tidak ditentukan oleh
Rasulullah saw.
3)
Dilaksanakan pada waktu sholat dzuhur.
4)
Sholat jum’at diawali dengan dua khutbah.
Dalam
sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
Dari
Ibnu Umar berkata,” Rasulullah saw, berkhutbah pada hari jum’at sambil berdiri
kemudian duduk kemudian berdiri.(H.R. Muslim:1420).
3.
Rukun sholat jum’at
Rukun
sholat jum’at sama dengan rukun sholat fardlu. Rukun sholat jum’at adalah:
a.
Khatib (lazimnya sekaligus menjadi imam).
b.
Jamaah jum’at
c.
Dua khutbah dan duduk diantara keduanya.
d.
Sholat sua rakaat dengan berjamaah.
4.
Sunnah sholat jum’at
Beberapa
hal yang disunnahkan bagi orang yang akan melaksanakan sholat jum’at, antara
lain:
a.
Mandi sebelum berangkat ke masjid
b.
Memakai pakaian yang paling bagus (jika ada)
c.
Memakai minyak wangi.
Sedangkan
dalam internet (http://organisasi.org/pengertian-shalat-jumat-hukum-syarat-ketentuan-hikmah-dan-sunah-solat-jumat)
sunnah sholat terdapat 6 macam, yaitu:
1.
Mandi sebelum datang ke tempat pelaksanaan sholat jum at.
2.
Memakai pakaian yang baik (diutamakan putih) dan berhias dengan rapi seperti
bersisir, mencukur kumis dan memotong kuku.
3.
Memakai pengaharum / pewangi (non alkohol).
4.
Menyegerakan datang ke tempat salat jumat.
5. Memperbanyak doa dan salawat nabi.
6. Membaca Alquran dan zikir sebelum khutbah
jumat dimulai.
5.
Hikmah sholat jum’at.
Hikmah
sholat jum’at dalam internet (http://organisasi.org/pengertian-shalat-jumat-hukum-syarat-ketentuan-hikmah-dan-sunah-solat-jumat)
yaitu:
a.
Simbol persatuan sesama Umat Islam dengan berkumpul bersama, beribadah bersama
dengan barisan shaf yang rapat dan rapi.
b.
Untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar sesama manusia. Semua sama
antara yang miskin, kaya, tua, muda, pintar, bodoh, dan lain sebagainya.
c.
Menurut hadis, doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT akan dikabulkan.
d.
Sebagai syiar Islam.
6.
Ketentuan khutbah jum’at
Pembahasan
ketentuan khutbah jum’at meliputi pengertian khutbah jum’at, syarat dan rukun
khutbah jum’at, juga adab ketika khutbah sedang berlangsung, beberapa hal yang
membatalkan sholat jum’at dan pahala sholat jum’at.
a.
Pengertian khutbah jum’at
Khutbah
jum’at adalah pidato tentang ajaran agama Islam sebagai rangkaian sholat
jum’at. Khutbah jum’at dilaksanakan sebelum sholat jum’at.
b.
Syarat dan rukun khutbah jum’at
Khutbah
jum’at dilakukan sebelum sholat dikerjakan. Khutbah jum’at baru dianggap sah
apabila syarat dan rukunnya terpenuhi.
a)
Syarat khutbah jum’at.
Syarat
khutbah jum’at antara lain:
1)
Khatib harus suci dari hadast dan najis
2)
menutup aurat
3)
khutbah dimulai setelah masuk waktu sholat dhuhur
4)
khutbah dilakukan dengan berdiri (jika mampu)
5)
khatib duduk sejenak antara dua khutbah
6)
suara khatib terdengar oleh jama’ah
dalam
http://bloggerkuningan.blogspot.com/2010/09/pengertian-fungsi-dalil-rukun-dan-sunah.html
terdapat tambahan antara lain:
1)
Dilaksanakan sebelum sholat Jum’at. Ini berdasarkan amaliyah Rasulullah
SAW.
3)
Telah masuk waktu Jum’at, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Anas bin Malik r.a.
ia berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW. melaksanakan shalat Jum’at setelah zawal
(matahari condong ke Barat)”. (HR. Bukhari).
4) Tidak memalingkan pandangan
5) Rukun khutbah dengan bahasa Arab, ittiba’
kepada Rasulullah SAW
6) Berturut-turut antara dua khutbah dan shalat
7)
Khatib suci dari hadats dan najis, karena berkhutbah merupakan syarat sahnya
shalat Jum’at.
8)
Khatib menutup ‘aurat, sama dengan persyaratan shalat Jum’at.
9)
Dilaksanakan dengan berdiri kecuali darurat, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari
Ibnu Umar r.a: “Sesungguhnya Nabi SAW. apabila keluar pada hari Jum’at, beliau
duduk yakni di atas mimbar hingga muadzin diam, kemudian berdiri lalu
berkhutbah”. (HR. Abu Daud).
10)
Duduk antara dua khutbah dengan tuma’ninah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari
Ibnu Umar r.a. ia berkata: “Adalah Nabi SAW. berkhutbah sambil berdiri,
kemudian duduk, dan berdiri lagi sebagaimana kamu semua melakukannya sekarang
ini”. (HR. Bukhari dan Muslim).
11) Terdengar oleh semua jama’ah
12) Khatib Jum’at adalah laki-laki
13) Khatib lebih utama sebagai Imam sholat
b)
Rukun khutbah jum’at
Rukun
khutbah jum’at yang harus dipenuhi bagi seorang khatib adalah sebagai berikut:
1.
Hamdalah, yakni ucapan “Alhamdulillah” , berdasarkan hadits Nabi SAW. dari
Jabir r.a.:
“Sesungguhnya
Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at, maka (beliau) memuji Allah (dengan
mengucap Alhamdulillah) dan menyanjung-Nya”. (HR. Imam Muslim).
2.
Syahadat (Tasyahud), yaitu membaca “Asyhadu anla ilaaha illallah wahdahu laa
syarikalahu wa Asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluhu”, berdasarkan hadits
Nabi SAW:
“Tia-tiap
khutbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti tangan yang terpotong”. (HR.
Ahmad dan Abu Dauwd).
3. Shalawat
4.
Wasiyat Taqwa, antara lain ucapan “Ittaqullah haqqa tuqaati
5. Membaca ayat Al-Qur’an, berdasarkan hadits
Nabi SAW. dari Jabir bin Samurah r.a.: “Adalah Rasulullah SAW. berkhutbah
(dalam keadaan) berdiri dan duduk antara dua khutbah, membaca ayat-ayat
Al-Qur’an serta memberikan peringatan kepada manusia”. (HR. Jama’ah, kecuali
Bukhari dan Tirmidzi).
6. Berdo’a
Semua
rukun khutbah diucapkan dalam bahasa Arab. Empat rukun yang pertama (Hamdalah,
Syahadat, Shalawat dan wasiyat) diucapkan pada khutbah yang pertama dan kedua,
sedangkan ayat Al-Qur’an boleh dibaca pada salah satu khutbah (pertama atau
kedua) dan do’a pada khutbah yang kedua.
c)
Adab ketika khutbah sedang berlangsung
1.
Jama’ah tenang mendengarkan khutbah dan menghadap kiblat
2.
Jama’ah tidak berbicara ketika khutbah sedang berlangsung.
3.
Jama’ah berdo’a atau membaca istigfar saat khatib duduk diantara dua khutbah.
d)
Beberapa hal yang membatalkan sholat jum’at dan pahala sholat jum’at
Yang
membatalkan sholat jum’at ialah semua yang membatalkan sholat fardhu. Yang
membatalkan pahala sholat jum’at (saat khuybah berlangsung) adalah:
1.
Bercakap-cakap dengan sesama jama’ah.
2.
Mengingat atau menegur jama’ah lain yang bercakap-cakap saat khutbah
berlangsung.
e)
Sunnah-sunnah khutbah jum’at
1.
Berdiri di tempat yang tinggi (mimbar)
2. Memberi salam, berdasarkan hadits Nabi SAW.
dari Jabir ra.: “Sesungguhnya Nabi SAW. apabila telah naik mimbar, (beliau)
memberi salam”. (HR. Ibnu Majah).
3.
Menghadap Jama’ah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Adi bin Tsabit dari
ayahnya dari kakeknya: “Adalah Nabi SAW. apabila telah berdiri di atas mimbar,
shahabat-shahabatnya menghadapkan wajah mereka ke arahnya”. (HR. Ibnu Majah).
4. Suara jelas penuh semangat, berdasarkan
hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a: “Adalah Rasulullah SAW. apabila berkhutbah
kedua matanya menjadi merah, suaranya lantang/tinggi, berapi-api bagaikan
seorang panglima (yang memberi komando kepada tentaranya) dengan kata-kata
“Siap siagalah di waktu pagi dan petang”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
5.
Singkat, padat, akurat dan memikat, Rasulullah SAW. bersabda :
“Adalah
Rasulullah SAW. biasa memanjangkan shalat dan memendekkan khutbahnya”. (HR.
Nasai dari Abdullah bin Abi Auf).
6. Gerakan tangan tidak terlalu bebas,
berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Abdurrahman bin’ Sa’ad bin ‘Ammar bin Sa’ad
ia berkata: “Adalah Nabi SAW. apabila berkhutbah dalam suatu peperangan beliau
berkhutbah atas anak panah, dan bila berkhutbah di hari Jum’at belaiu
berpegangan pada tongkat”. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).
7.
Seusai khutbah kedua segera turun dari mimbar, berdasarkan hadits Nabi SAW.
“Adalah shahabat Bilal itu menyerukan adzan apabila Nabi SAW. telah duduk di
atas mimbar, dan ia iqomah apabila Nabi SAW. telah turun”. (HR. Imam Ahmad dan
Nasai).
8.
Tertib dalam membacakan rukun-rukun khutbah, yaitu: Hamdalah, Syahadat,
Shalawat, wasiyat, Ayat Al-Qur’an dan Do’a.
f)
Hal-hal yang dimakruhkan dalam khutbah
1. Membelakangi Jama’ah
2.
Terlalu banyak bergerak
3.
Meludah
g)
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh khatib:
1. Melakukan persiapan, mental, fisik dan naskah
khutbah
2.
Memilih materi yang tepat dan up to date
3. Melakukan latihan seperlunya
4. Menguasai materi khutbah
5. Menjiwai isi khutbah
6. Bahasa yang mudah difahami
7.
Suara jelas, tegas dan lugas
8.
Pakaian sopan, memadai dan Islami
9. Waktu maksimal 15 menit
10.
Bersedia menjadi Imam shalat Jum’at
h)
Materi khutbah
1. Tegakkan akidah, murnikan ibadah, perluas
ukhuwwah
2.
Evaluasi amaliah (ummat) mingguan
3.
Kaji masalah secara cermat dan singkat
4. Berikan solusi yang tepat
5.
Tema-tema lokal peristiwa keseharian lebih diutamakan
6. Hindari materi yang menjenuhkan atau
persoalan tanpa pemecahan
B.
Ketentuan sholat jenazah
Dalam
ketentuan hukum Islam , seorang muslim yang meninggal dunia maka hukum fardlu
kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelengarakan empat
perkara. Salah satu diantaranya ialah menyalatkan jenazah. Bagaimana ketentuan
adalah sebagai berikut:
1.
Pengertian dan hukum sholat jenazah
Sholat
jenazah adalah sholat yang dilakukan karena meninggalnya seorang muslim atau
muslimah. Sholat jenazah dilakukan sebanyak 1 raka’at tanpa ruku’ dan sujud.
Jumhur ulama’ sepakat bahwa hukum sholat jenazah ialah fardlu kifayah.
Maksudnya yaitu apabila sudah ada sekelompok muslim atau muslimah yang
menyalatkan maka orang-orang yang lain gugur dalam kewajibannya menyolatkan
jenazah. Artinya bebas dari menyolati dan hukumnya tidak berdosa.
2.
Syarat dan rukun sholat jenazah
a.
Syarat sholat jenazah
Syarat
sholat jenazah adalah hal-hal yangharus dipenuhi dalam melaksanakan sholat
jenazah. Adapun syarat-syaratnya antara lain:
1.
Suci badan dan pakaian, tempat dari hadast dan najis.
2.
Menutup aurat dan menghadap kiblat
3.
Dilakukan ketika jenazah sudah dimandikan dan dikafani
4.
Jenazah diletakkan didepan orang yang shalat kecuali shalat gaib
b.
Rukun sholat jenazah
Adapun
rukun-rukun sho;at jenazah antara lain:
1.
Niat, berdiri, takbir 4 kali.
2.
Membaca fatihah
3.
Dan shalawat pada nabi
4.
Baca doa pada mayit
5.
Salam
3.
Sholat ghaib
Sholat
ghaib adalah sholat jenazah yang jenazahnya tidak ada bersama orang yang
mensholatkan. Mungkin jenazahnya ada ditempat lain atau telah dikubur.
C.
Bacaan-bacaan sholat jenazah
1.
Takbir pertama: fatihah
2.
Takbir kedua: membaca shalawat
3.
Takbir ketiga: doa kepada mayit
4.
Takbir ke empat: salam
Shalat Jama’ dan Qashar
Adalah suatu keringanan (rukhshoh) dari Allah bagi para
musafir (orang yang dalam perjalanan) yaitu mereka dapat melaksanakan shalat
jama’ dan qashar.
1. Shalat Jama’
a. Pengertian Shalat Jama’ dan Dasar Hukumnya
Sholat Jama’ artinya menggabungkan 2 salat fardhu yang
dikerjakan dalam satu waktu. Hal ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW,
sebagaimana sabdanya:
… ثُُمَّ نَزَلَ بِجَمْعٍ بَيْنَهُمَا ….
“… kemudian Beliau turun, lalu menjama’ kedua salat
tersebut….” (H.R. Bukhari dan Muslim).
b. Macam-macam shalat Jama’
Shalat yang bias dijama’ adalah Salat Zhuhur dengan Ashar,
dan salat Maghrib dengan Isya. Adapun shalat jama’ dibagi kedalam 2 macam,
yaitu:
· Jama’ taqdim, yaitu melaksanakan 2 salat fardhu
dalam 1 waktu dan dilakukan pada waktu salat pertama. Contoh: Salat Zhuhur
dan Ashar dijama’, dan dikerjakan pada waktu Zhuhur.
· Jama’ takhir, yaitu salat jama’ yang dilakukan pada
waktu salat yang kedua. Contoh: Salat Maghrib dan Isya dijama’, dan
dikerjakan pada waktu Isya
·
c. Kaifiyyat/tatacara Shalat Jama’
Mendirikan salat yang pertama terlebih dahulu (misalnya:
Zhuhur/Maghrib) sebanyak 4 atau 3 raka’at, kemudian melaksanakan salat yang
kedua (Ashar/Isya) sebanyak 4 raka’at
2. Shalat Qashar
d. Pengertian Shalat Qashar dan Dasar Hukumnya
Shalat Qashar adalah memendekkan/meringkas pelaksanaan salat
fardhu yang semestinya 4 raka’at menjadi 2 raka’at. Adapun dalil naqlinya,
sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan apabila kamu bepergian di muka
bumi, maka tidaklah mengapa mengqasar salatmu, jika kamu takut diserang
orang-orang kafir.” (QS. An-Nisa: 101)
e. Syarat-syaratnya:
· Musafir (tetapi bukan perjalanan untuk berbuat maksiat.
· Jarak yang akan ditempuh ± 90 km.
· Berniat mengqasar salat pada saat takbiratul ihram
· Tidak berimam kepada orang yang salat dengan sempurna
· Dilakukan sesudah melewati batas kota/desa asal
f. Kaifiyyat/tata cara shalat Qashar
Dilakukan dengan cara salat Zhuhur, Ashar, atau Isya
diringkas/dikerjakan sebanyak 2 raka’at. Sedangkan salat Maghrib tidak bisa
diqasar, jadi tetap 3 raka’at.
Sedangkan yang dimaksud dengan shalat Jama’ Qashar adalah
menggabungkan (menjama’) 2 salat fardhu dalam satu waktu sekaligus meringkas
(mengqasar) raka’atnya yang semula 4 raka’at menjadi 2 raka’at
Shalat Dalam
Keadaan Darurat
Ibadah shalat merupakan ibadah yang tidak dapat ditinggalkan
walau dalam keadaan apapun. Hal ini berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain
seperti puasa, zakat dan haji. Jika seseorang sedang sakit pada bulan ramadhan
dan tidak mampu untuk berpuasa, maka ia boleh tidak berpuasa dan harus
menggantinya pada hari lain. Orang yang tidak mampu membayar zakat ia tidak
wajib membayar zakat. Demikian pula halnya dengan ibadah haji, bila seseorang
tidak mampu maka tidak ada kewjiban baginya.
Shalat adalah ibadah yang wajib dilaksanakan bagi setiap
muslim selama masih memiliki akal dan ingatannya masih normal. Kewajiban
tersebut harus dilakukan tepat pada waktunya. Halangan untuk tidak mengerjakan
shalat hanya ada tiga macam, yaitu hilang akal seperti gila atau tidak sadar,
karena tidur dan lupa (namun demikian ada kewajiban mengqadha di waktu lain).
Betapa pentingnya ibadah shalat ini, Rasulullah pernah
bersabda :
“Urusan yang memisahkan antara kita (orang-orang Islam) dengan
mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Oleh sebab itu siapa yang
meninggalkan shalat, sungguh ia telah menjadi kafir.” (HR. Ahmad dan Abu
Dawud).
Shalat Dalam Keadaan Sakit
Orang yang sedang sakit harus tetap melakukan shalat lima
waktu, selama akal atau ingatannya masih tetap normal. Cara melaksanakannya
sesuai dengan kemampuan orang yang sakit tersebut. Jika ia tidak mampu shalat
dengan berdiri, maka ia boleh shalat dengan duduk. Jika ia tidak mampu dengan
duduk, boleh shalat dengan berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat. Jika ia
tidak mampu berbaring boleh shalat dengan terlentang dan isyarat.
Yang termasuk dalam arti tidak mampu adalah apabila ia
mendapatkan kesulitan dalam berdiri atau duduk, atau sakitnya akan bertambah
apabila ia berdiri atau ia takut bahaya. Hal ini dijelaskan dalam hadits
sebagai berikut :
Dari Ali bin Abu Thalib ra. telah berkata Rasulullah SAW
tentang shalat orang sakit : “Jika kuasa seseorang shalatlah dengan berdiri,
jika tidak kuasa shalatlah sambil duduk. Jika ia tidak mampu sujud maka isyarat
saja dengan kepalanya, tetapi hendaklah sujud lebih rendah daripada ruku;nya.
Jika ia tidak kuasa shalat sambil duduk, shalatlah ia dengan berbaring ke
sebelah kanan menghadap kiblat. Jika tidak kuasa juga maka shalatlah dengan
terlentang, kedua kakinya ke arah kiblat.” (HR. Ad-Daruquthni).
Shalat dalam Kendaraan
Orang yang sedang berada dalam kendaraan mengalami situasi
yang berbeda. Ada yang di dalam kendaraan itu bisa tenang seperti dalam kapal
laut yang besar, adakalanya sesorang tidak merasa nyaman seperti berada di
dalam bis yang sempit. Untuk melakukan shalat di kendaraan ini tentunya di
sesuaikan dengan jenis kendaraan yang ditumpanginya.
Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seorang sahabatnya
bagaimana cara sholat di atas perahu. Beliau bersabda : “Sholatlah di dalam
perahu itu dengan berdiri kecuali kalau kamu takut tenggelam.” (HR.
Ad-Daruquthni).
Bila selama perjalanan (dengan kendaraan) itu masih dapat
turun dari kendaraan, maka hendaknya kita melaksanakan sholat seperti dalam
keadaan normal. Tetapi bila memang tidak ada kesempatan lagi untuk turun dari
kendaraan seperti bila naik pesawat terbang, maka kita melakukan shalat di atas
kendaraan itu. Hal ini dilakukan mengingat :
1. Shalat adalah ibadah yang wajib dikerjakan pada waktu
yang telah ditentukan baik secara normal atau dengan menjama‘. Sedangkan
meninggalkan sholat walau dalam safar lalu mengerjakan bukan pada waktunya
tidak didapati dalil/contoh dari Rasullullah.
2. Kendaraan di masa Nabi SAW adalah berupa hewan tunggangan
(unta, kuda dan lain-lain) yang dapat dengan mudah kita turun dan melakukan
shalat. Bila dalam shalat wajib Nabi SAW tidak shalat di atas kendaraannya,
maka hal itu karena Nabi melakukan shalat wajib wajib secara berjamaah yang
membutuhkan shaf dalam shalat. Atau pun juga beliau ingin shalat wajib itu
dilakukan dengan sempurna.
3. Sedangkan kendaraan di masa kini bukan berbentuk hewan
tunggangan, tetapi bisa berbentuk kapal laut, kapal terbang, bus atau kereta
api. Jenis kendaraan ini ibarat rumah yang berjalan karena besar dan sesorang
bisa melakukan shalat dengan sempurna termasuk berdiri, duduk, sujud dan
sebagainya. Dan meski tidak bisa dilakukan dengan sempurna, para ulama
membolehkan shalat sambil duduk dan berisyarat. Selain itu kendaraan ini tidak
bisa diberhentikan sembarang waktu karena merupakan angkutan massal yang telah
memiliki jadwal tersendiri.
4. Tetapi bila kita naik mobil pribadi atau sepeda motor,
maka sebaiknya berhenti, turun dan melakukan shalat wajib di suatu tempat agar
bisa melakukannya dengan sempurna.
5. Sedangkan riwayat yang mengatakan bahwa Nabi tidak pernah
shalat wajib di atas kendaraan juga diimbangi dengan riwayat yang menceritakan
bahwa Nabi SAW berperang sambil shalat di atas kuda/ kendaraan. Tentunya ini
bukan salat sunnah tetapi shalat wajib karena shalat wajib waktunya telah
ditetapkan.
Sholat Sunnah Rawatib
Demikianlah Allah swt telah menjadikan ibadah sholat sebagai satu amalan wajib bagi seluruh umat Islam. Ayat di atas merupakan perintah untuk melaksanakan sholat fardhu yang lima waktu, yaitu sholat Isya, Shubuh, Dhuhur, ‘Ashar, dan Maghrib. Kelima sholat tersebut merupakan rangkaian sholat wajib yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam yang beriman kepada Allah swt.
Selain harus melaksanakan sholat fardhu lima waktu yang wajib tersebut, umat Islam juga diperintahkan untuk melaksanakan berbagai macam sholat sunnah, yang berfungsi untuk menyempurnakan amalan sholat-sholat fardhu. Salah satu sholat sunnah yang diperintahkan adalah sholat sunnah rawatib, sebagaimana banyak terdapat pada hadits-hadits Rasulullah saw. Sholat sunnah rawatib merupakan salah satu jenis sholat sunnah yang dikerjakan ketika sebelum atau sesudah melaksanakan sholat-sholat wajib atau sholat fardhu.
Sholat sunnah rawatib yang dilaksanakan sebelum sholat fardhu disebut dengan sholat sunnah Qobliyah, sedangkan sholat rawatib yang dikerjakan sesudah mengerjakan sholat fardhu disebut dengan sholat sunnah Ba’diyah. Sedangkan mengenai kesunahannya, sholat sunnah rawatib ada yang hukumnya sunnah muakkad, ada pula yang sunnah ghoiru muakkad. Sholat sunnah rawatib dikerjakan sebanyak dua rakaat atau ada juga yang dilakukan sebanyak empat rakaat. Berikut kami sajikan pembahasan sederhana mengenai sholat sunnah rawatib.
MACAM-MACAM SHOLAT SUNNAH RAWATIB
1. Sholat sunat rawatib muakkad
Yaitu sholat rawatib yang sangat diutamakan (yang tingkat kesunahannya lebih tinggi, karena Rasulullah saw dahulu sering melakukannya). Sholat sunnah rawatib muakkad ini diantaranya adalah sholat sunnah yang dilakukan pada waktu:
a) Sebelum shubuh dua rokaat
b) Sebelum dhuhur dua rokaat
c) Sesudah dhuhur dua rokaat
d) Sesudah maghrib dua rokaat
e) Sesudah isya dua rokaat
“Dari Aisyah ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: Dua rakaat fajar (qabliyah subuh) itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Umar ra berkata, “Aku menjaga 10 rakaat dari nabi saw: 2 rakaat sebelum sholat Dhuhur,2 rakaat sesudahnya,2 rakaat sesudah sholat Maghrib, 2 rakaat sesudah sholat Isya dan 2 rakaat sebelum sholat Shubuh. (HR. Muttafaqun ‘alaih)
2. Sholat sunat rawatib ghoiru muakkad
Yaitu sholat sunnah rawatib yang tidak terlalu diutamakan.
a) Dua atau empat rakaat sebelum sholat Ashar
Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah SWT mengasihi seseorang yang sholat 4 rakaat sebelum sholat Ashar.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirimizi dan Ibnu Khuzaemah).
b) Dua rakaat sebelum sholat Maghrib
Dari Abdullah bin Mughaffal ra. ia berkata: Nabi saw bersabda, “Di antara adzan dan iqomah ada sholat, di antara adzan dan iqomah ada sholat (kemudian dikali ketiga beliau berkata:) bagi siapa yang mau.” Beliau takut hal tersebut dijadikan oleh orang-orang sebagai keharusan. (HR Bukhari No. 627 dan Muslim No. 838)
Dan dalam riwayat Abu Daud, “Sholatlah kalian sebelum Maghrib dua rakaat.” Kemudian beliau bersabda, “Sholatlah kalian sebelum Maghrib dua rakaat bagi yang mau.” Beliau takut prang-orang akan menjadikannya sholat sunnah. (HR Abu Daud No. 1281)
c) Dua rakaat sebelum sholat Isya
Ibnu Umar ra. berkata : Saya sholat bersama Rasulullah saw dua rakaat sebelum dhuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah jum’ah dan dua rakaat sesudah maghrib serta dua rakaat sesudah isya. (HR. Bukhari, Muslim)
Sholat Sunnah Rawatib Ba’diyah (Sesudah ‘Ashar)
Tidak seluruh sholat fardhu yang lima waktu dapat atau boleh diikuti dengan sholat sunnah rawatib (ba’diyah). Sholat shubuh dan sholat ‘ashar merupakan sholat fardhu yang tidak boleh diikuti dengan sholat sunnah rawatib ba’diyah, karena Rasulullah saw telah melarang umatnya untuk mengerjakan sholat sunnah ba’diyah shubuh maupun ba’diyah ‘ashar. Rasulullah saw bersabda:
Dari Abi Said Al-Khudri ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,“Tidak ada sholat setelah sholat shubuh hingga matahari terbit. Dan tidak ada sholat sesudah sholat ‘Ashar hingga matahari terbenam. (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian jelas bahwa haram hukumnya mengerjakan sholat sunnah ba’diyah shubuh maupun ba’diyah ‘ashar.
Keutamaan Sholat Sunnah Rawatib
Allah swt akan memberikan ganjaran yang sangat besar kepada hamba-Nya yang senantiasa menjadikan sholat sunnah rawatib sebagai amalan yang kontinyu. Ganjaran Allah swt kepada orang-orang yang mendawamkan sholat sunnah rawatib yaitu Allah swt akan membangunkannya rumah di Surga. Selain itu, bagi orang-orang yang mendawamkan sholat sunnah rawatib qobliyah shubuh (sholat sunnah fajar), maka Allah swt akan memberikan balasan yang jauh lebih besar dan lebih bernilai daripada dunia dan seisinya.
Ummu Habibah berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa Sholat dalam sehari semalam dua belas rakaat, akan dibangun untuknya rumah di Surga, yaitu empat rakaat sebelum Dzuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebelum Sholat Subuh.” (HR Tirmidzi, ia mengatakan, hadits ini hasan sahih).
“Dari Aisyah ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: Dua rakaat fajar (qabliyah subuh) itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR Muslim)
Shalat Sunnah Ghairu Muakkad
Shalat sunnah ghairu muakkad
adalah shalat yang biasa didirikan nabi Muhammad SAW,tetapi beliau tidak
menganjurkan sebagaimana pada sunnah muakkad. Sunnah ini mencakup :
· Dua rakaat setelah
dhuhur disamping dua rakaat yang muakkad.
Nabi SAW
pernah bersabda : “ siapa yang shalat empat rakaat sebelum dhuhur dan empat
rakaat setelahnya, Allah mengharamkan ia jatuh ke neraka “ (HR. Abu Daud).
Tampaknya engkau segera merespon hadist tersebut :” Sesungguhnya amal
tergantung pada niat” (HR. Bukhori, Muslim dan Ibnu Majah).
· Empat rakaat atau
dua rakaat sebelum ashar.
Nabi SAW
bersabda, “ Semoga Allah memberi rahmad kepada orang yang shalat sunnah empat
rakaat sebelum ashar” ( HR. Tirmidzi ) dan sayyidina Ali meriwayatkan bahwa
nabi SAW biasa shalat dua rakaat sebelum ashar.( HR. Abu Daud ).
· Dua rakkat sebelum
maghrib.
Rasulullah
SAW bersabda :” shalatlah dua rakaat sebelum maghrib” kemudian beliau mengulang
“shalatlah dua rakaat sebelum maghrib “ kemudian pada yang ketiga kalinya
beliau menambahkan “ bagi yang mau “. ( HR. Bukhari ).
· Dua rakaat sebelum
isya’.
Nabi SAW
bersabda “ diantara dua adzan ada shalat, diantara dua adzan ada shalat”,
beliau kemudian menyatakan “ bagi yang mau. “( HR. HR. Bukhori ).
Nabi
Muhammad SAW tidak menganjurkan shalat ini sekuat shalat muakkad. Kadang beliau
melaksanakannya dan kadang beliau meninggalkannya.