Kamis, 19 April 2012

Diktat Fikih Kelas 7 semester 2

Fikih B


SHOLAT WAJIB SELAIN SHOLAT 5 WAKTU
A. Ketentuan sholat dan khutbah jum’at
Pembahasan ketentuan sholat dan khutbah jum’at meliputi pengertian shalat jum’at dan hukumnya, syarat wajib dan sahnya shalat jum’at.
1. Pengertian sholat jum’at dan hukumnya
Sholat jum’at adalah sholat wajib dua rokaat yang dilakukan sesudah khutbah pada waktu dzuhur dihari jum’at. Dengan demikian sholat jum’at hanya sekali dalam seminggu. Sholat jum’at hukumnya fardlu a’in bagi setiap muslim laki-laki yang sudah dewasa, berakal, sehat, merdeka, dan tidak sedang musafir. Allah swt berfirman:
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Q.S. al-Jum’ah : 9)
Sholat jum’at tidak wajib bagi wanita, anak-anak, hamba sahaya, orang sakit, dan musafir (orang-orang yang sedang dalam perjalanan).
Rasulullah saw, bersabda yang artinya:
Jum’at itu hak yang wajib dikerjakan oleh setiap orang islam dengan berjama’ah, kecuali empat macam orang, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak-anak, dan orang sakit.(H.R. Abu Daud dari Thariq ibn Syihab: 1067)
2. Syarat wajib dan sah sholat jum’at
Syarat-syarat sholat jum’at meliputi syarat wajib dan syarat sah sholat. Kesua syarat itu harus diketahui dan dipahami oleh seorang muslim.
a. Syarat wajib sholat jum’at
Sholat jum’at wajib dilakukan apabila memenuhi persyaratan berikut:
1. Islam, selain orang islam tidak wajib sholat jum’at
2. Baligh (dewasa), bagi anak-anak tidak wajib sholat jum’at
3. Sehat akal
4. Laki-laki
5. Sehat badan
6. bermukim
b. Syarat sah sholat jum’at
Untuk mendirikan sholat jum’at, harus terpenuhi syarat sah sebagai berikut:
1) Dilaksanakan ditempat-tempat yag sudah tetap
2) Dilaksanakan secara berjama’ah, sedangkan jumlah jamaah tidak ditentukan oleh Rasulullah saw.
3) Dilaksanakan pada waktu sholat dzuhur.
4) Sholat jum’at diawali dengan dua khutbah.
Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
Dari Ibnu Umar berkata,” Rasulullah saw, berkhutbah pada hari jum’at sambil berdiri kemudian duduk kemudian berdiri.(H.R. Muslim:1420).
3. Rukun sholat jum’at
Rukun sholat jum’at sama dengan rukun sholat fardlu. Rukun sholat jum’at adalah:
a. Khatib (lazimnya sekaligus menjadi imam).
b. Jamaah jum’at
c. Dua khutbah dan duduk diantara keduanya.
d. Sholat sua rakaat dengan berjamaah.
4. Sunnah sholat jum’at
Beberapa hal yang disunnahkan bagi orang yang akan melaksanakan sholat jum’at, antara lain:
a. Mandi sebelum berangkat ke masjid
b. Memakai pakaian yang paling bagus (jika ada)
c. Memakai minyak wangi.
Sedangkan dalam internet (http://organisasi.org/pengertian-shalat-jumat-hukum-syarat-ketentuan-hikmah-dan-sunah-solat-jumat) sunnah sholat terdapat 6 macam, yaitu:
1. Mandi sebelum datang ke tempat pelaksanaan sholat jum at.
2. Memakai pakaian yang baik (diutamakan putih) dan berhias dengan rapi seperti bersisir, mencukur kumis dan memotong kuku.
3. Memakai pengaharum / pewangi (non alkohol).
4. Menyegerakan datang ke tempat salat jumat.
5.  Memperbanyak doa dan salawat nabi.
6.  Membaca Alquran dan zikir sebelum khutbah jumat dimulai.
5. Hikmah sholat jum’at.
a. Simbol persatuan sesama Umat Islam dengan berkumpul bersama, beribadah bersama dengan barisan shaf yang rapat dan rapi.
b. Untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar sesama manusia. Semua sama antara yang miskin, kaya, tua, muda, pintar, bodoh, dan lain sebagainya.
c. Menurut hadis, doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT akan dikabulkan.
d. Sebagai syiar Islam.
6. Ketentuan khutbah jum’at
Pembahasan ketentuan khutbah jum’at meliputi pengertian khutbah jum’at, syarat dan rukun khutbah jum’at, juga adab ketika khutbah sedang berlangsung, beberapa hal yang membatalkan sholat jum’at dan pahala sholat jum’at.
a. Pengertian khutbah jum’at
Khutbah jum’at adalah pidato tentang ajaran agama Islam sebagai rangkaian sholat jum’at. Khutbah jum’at dilaksanakan sebelum sholat jum’at.
b. Syarat dan rukun khutbah jum’at
Khutbah jum’at dilakukan sebelum sholat dikerjakan. Khutbah jum’at baru dianggap sah apabila syarat dan rukunnya terpenuhi.
a) Syarat khutbah jum’at.
Syarat khutbah jum’at antara lain:
1) Khatib harus suci dari hadast dan najis
2) menutup aurat
3) khutbah dimulai setelah masuk waktu sholat dhuhur
4) khutbah dilakukan dengan berdiri (jika mampu)
5) khatib duduk sejenak antara dua khutbah
6) suara khatib terdengar oleh jama’ah
1) Dilaksanakan sebelum sholat Jum’at. Ini berdasarkan amaliyah Rasulullah  SAW.
3) Telah masuk waktu Jum’at, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Anas bin Malik r.a. ia berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW. melaksanakan shalat Jum’at setelah zawal (matahari condong ke Barat)”. (HR. Bukhari). 
4)  Tidak memalingkan pandangan
5)  Rukun khutbah dengan bahasa Arab, ittiba’ kepada Rasulullah SAW
6)  Berturut-turut antara dua khutbah dan shalat
7) Khatib suci dari hadats dan najis, karena berkhutbah merupakan syarat sahnya shalat Jum’at.
8) Khatib menutup ‘aurat, sama dengan persyaratan shalat Jum’at.
9) Dilaksanakan dengan berdiri kecuali darurat, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Ibnu Umar r.a: “Sesungguhnya Nabi SAW. apabila keluar pada hari Jum’at, beliau duduk yakni di atas mimbar hingga muadzin diam, kemudian berdiri lalu berkhutbah”. (HR. Abu Daud). 
10) Duduk antara dua khutbah dengan tuma’ninah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Ibnu Umar r.a. ia berkata: “Adalah Nabi SAW. berkhutbah sambil berdiri, kemudian duduk, dan berdiri lagi sebagaimana kamu semua melakukannya sekarang ini”. (HR. Bukhari dan Muslim).
11)  Terdengar oleh semua jama’ah
12)  Khatib Jum’at adalah laki-laki
13)  Khatib lebih utama sebagai Imam sholat
b) Rukun khutbah jum’at
Rukun khutbah jum’at yang harus dipenuhi bagi seorang khatib adalah sebagai berikut:
1. Hamdalah, yakni ucapan “Alhamdulillah” , berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a.:
“Sesungguhnya Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at, maka (beliau) memuji Allah (dengan mengucap Alhamdulillah) dan menyanjung-Nya”. (HR. Imam Muslim).
2. Syahadat (Tasyahud), yaitu membaca “Asyhadu anla ilaaha illallah wahdahu laa syarikalahu wa Asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluhu”, berdasarkan hadits Nabi SAW:
“Tia-tiap khutbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti tangan yang terpotong”. (HR. Ahmad dan Abu Dauwd).
3.  Shalawat
4. Wasiyat Taqwa, antara lain ucapan “Ittaqullah haqqa tuqaati
5.  Membaca ayat Al-Qur’an, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir bin Samurah r.a.:  “Adalah Rasulullah SAW. berkhutbah (dalam keadaan) berdiri dan duduk antara dua khutbah, membaca ayat-ayat Al-Qur’an serta memberikan peringatan kepada manusia”. (HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
6.  Berdo’a
Semua rukun khutbah diucapkan dalam bahasa Arab. Empat rukun yang pertama (Hamdalah, Syahadat, Shalawat dan wasiyat) diucapkan pada khutbah yang pertama dan kedua, sedangkan ayat Al-Qur’an boleh dibaca pada salah satu khutbah (pertama atau kedua) dan do’a pada khutbah yang kedua.
c) Adab ketika khutbah sedang berlangsung
1. Jama’ah tenang mendengarkan khutbah dan menghadap kiblat
2. Jama’ah tidak berbicara ketika khutbah sedang berlangsung.
3. Jama’ah berdo’a atau membaca istigfar saat khatib duduk diantara dua khutbah.
d) Beberapa hal yang membatalkan sholat jum’at dan pahala sholat jum’at
Yang membatalkan sholat jum’at ialah semua yang membatalkan sholat fardhu. Yang membatalkan pahala sholat jum’at (saat khuybah berlangsung) adalah:
1. Bercakap-cakap dengan sesama jama’ah.
2. Mengingat atau menegur jama’ah lain yang bercakap-cakap saat khutbah berlangsung.
e) Sunnah-sunnah khutbah jum’at
1. Berdiri di tempat yang tinggi (mimbar)
2.  Memberi salam, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir ra.: “Sesungguhnya Nabi SAW. apabila telah naik mimbar, (beliau) memberi salam”. (HR. Ibnu Majah).
3. Menghadap Jama’ah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Adi bin Tsabit dari ayahnya dari kakeknya: “Adalah Nabi SAW. apabila telah berdiri di atas mimbar, shahabat-shahabatnya menghadapkan wajah mereka ke arahnya”. (HR. Ibnu Majah).
4.  Suara jelas penuh semangat, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a: “Adalah Rasulullah SAW. apabila berkhutbah kedua matanya menjadi merah, suaranya lantang/tinggi, berapi-api bagaikan seorang panglima (yang memberi komando kepada tentaranya) dengan kata-kata “Siap siagalah di waktu pagi dan petang”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah). 
5. Singkat, padat, akurat dan memikat, Rasulullah SAW. bersabda : 
“Adalah Rasulullah SAW. biasa memanjangkan shalat dan memendekkan khutbahnya”. (HR. Nasai dari Abdullah bin Abi Auf).
6.  Gerakan tangan tidak terlalu bebas, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Abdurrahman bin’ Sa’ad bin ‘Ammar bin Sa’ad ia berkata: “Adalah Nabi SAW. apabila berkhutbah dalam suatu peperangan beliau berkhutbah atas anak panah, dan bila berkhutbah di hari Jum’at belaiu berpegangan pada tongkat”. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).
7. Seusai khutbah kedua segera turun dari mimbar, berdasarkan hadits Nabi SAW. “Adalah shahabat Bilal itu menyerukan adzan apabila Nabi SAW. telah duduk di atas mimbar, dan ia iqomah apabila Nabi SAW. telah turun”. (HR. Imam Ahmad dan Nasai).
8. Tertib dalam membacakan rukun-rukun khutbah, yaitu: Hamdalah, Syahadat, Shalawat, wasiyat, Ayat Al-Qur’an dan Do’a.
f) Hal-hal yang dimakruhkan dalam khutbah
1.  Membelakangi Jama’ah
2. Terlalu banyak bergerak
3. Meludah
g) Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh khatib:
1.  Melakukan persiapan, mental, fisik dan naskah khutbah
2. Memilih materi yang tepat dan up to date
3.  Melakukan latihan seperlunya
4.  Menguasai materi khutbah
5.  Menjiwai isi khutbah
6.  Bahasa yang mudah difahami
7. Suara jelas, tegas dan lugas
8. Pakaian sopan, memadai dan Islami
9.  Waktu maksimal 15 menit
10. Bersedia menjadi Imam shalat Jum’at
h) Materi khutbah
1.  Tegakkan akidah, murnikan ibadah, perluas ukhuwwah
2. Evaluasi amaliah (ummat) mingguan
3. Kaji masalah secara cermat dan singkat
4.  Berikan solusi yang tepat
5. Tema-tema lokal peristiwa keseharian lebih diutamakan
6.  Hindari materi yang menjenuhkan atau persoalan tanpa pemecahan
B. Ketentuan sholat jenazah
Dalam ketentuan hukum Islam , seorang muslim yang meninggal dunia maka hukum fardlu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelengarakan empat perkara. Salah satu diantaranya ialah menyalatkan jenazah. Bagaimana ketentuan adalah sebagai berikut:
1. Pengertian dan hukum sholat jenazah
Sholat jenazah adalah sholat yang dilakukan karena meninggalnya seorang muslim atau muslimah. Sholat jenazah dilakukan sebanyak 1 raka’at tanpa ruku’ dan sujud. Jumhur ulama’ sepakat bahwa hukum sholat jenazah ialah fardlu kifayah. Maksudnya yaitu apabila sudah ada sekelompok muslim atau muslimah yang menyalatkan maka orang-orang yang lain gugur dalam kewajibannya menyolatkan jenazah. Artinya bebas dari menyolati dan hukumnya tidak berdosa.
2. Syarat dan rukun sholat jenazah
a. Syarat sholat jenazah
Syarat sholat jenazah adalah hal-hal yangharus dipenuhi dalam melaksanakan sholat jenazah. Adapun syarat-syaratnya antara lain:
1. Suci badan dan pakaian, tempat dari hadast dan najis.
2. Menutup aurat dan menghadap kiblat
3. Dilakukan ketika jenazah sudah dimandikan dan dikafani
4. Jenazah diletakkan didepan orang yang shalat kecuali shalat gaib
b. Rukun sholat jenazah
Adapun rukun-rukun sho;at jenazah antara lain:
1. Niat, berdiri, takbir 4 kali.
2. Membaca fatihah
3. Dan shalawat pada nabi
4. Baca doa pada mayit 
5. Salam
3. Sholat ghaib
Sholat ghaib adalah sholat jenazah yang jenazahnya tidak ada bersama orang yang mensholatkan. Mungkin jenazahnya ada ditempat lain atau  telah dikubur.
C. Bacaan-bacaan sholat jenazah
1. Takbir pertama: fatihah
2. Takbir kedua: membaca shalawat
3. Takbir ketiga: doa kepada mayit
4. Takbir ke empat: salam
Shalat Jama’ dan Qashar
Adalah suatu keringanan (rukhshoh) dari Allah bagi para musafir (orang yang dalam perjalanan) yaitu mereka dapat melaksanakan shalat jama’ dan qashar.
1. Shalat Jama’
a. Pengertian Shalat Jama’ dan Dasar Hukumnya
Sholat Jama’ artinya menggabungkan 2 salat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu. Hal ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana sabdanya:
… ثُُمَّ نَزَلَ بِجَمْعٍ بَيْنَهُمَا ….
“… kemudian Beliau turun, lalu menjama’ kedua salat tersebut….” (H.R. Bukhari dan Muslim).
b. Macam-macam shalat Jama’
Shalat yang bias dijama’ adalah Salat Zhuhur dengan Ashar, dan salat Maghrib dengan Isya. Adapun shalat jama’ dibagi kedalam 2 macam, yaitu:
· Jama’ taqdim, yaitu melaksanakan 2 salat fardhu dalam 1 waktu dan dilakukan pada waktu salat pertama. Contoh: Salat Zhuhur dan Ashar dijama’, dan dikerjakan pada waktu Zhuhur.
· Jama’ takhir, yaitu salat jama’ yang dilakukan pada waktu salat yang kedua. Contoh: Salat Maghrib dan Isya dijama’, dan dikerjakan pada waktu Isya
·
c. Kaifiyyat/tatacara Shalat Jama’
Mendirikan salat yang pertama terlebih dahulu (misalnya: Zhuhur/Maghrib) sebanyak 4 atau 3 raka’at, kemudian melaksanakan salat yang kedua (Ashar/Isya) sebanyak 4 raka’at
2. Shalat Qashar
d. Pengertian Shalat Qashar dan Dasar Hukumnya
Shalat Qashar adalah memendekkan/meringkas pelaksanaan salat fardhu yang semestinya 4 raka’at menjadi 2 raka’at. Adapun dalil naqlinya, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa mengqasar salatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” (QS. An-Nisa: 101)
e. Syarat-syaratnya:
· Musafir (tetapi bukan perjalanan untuk berbuat maksiat.
· Jarak yang akan ditempuh ± 90 km.
· Berniat mengqasar salat pada saat takbiratul ihram
· Tidak berimam kepada orang yang salat dengan sempurna
· Dilakukan sesudah melewati batas kota/desa asal
f. Kaifiyyat/tata cara shalat Qashar
Dilakukan dengan cara salat Zhuhur, Ashar, atau Isya diringkas/dikerjakan sebanyak 2 raka’at. Sedangkan salat Maghrib tidak bisa diqasar, jadi tetap 3 raka’at.
Sedangkan yang dimaksud dengan shalat Jama’ Qashar adalah menggabungkan (menjama’) 2 salat fardhu dalam satu waktu sekaligus meringkas (mengqasar) raka’atnya yang semula 4 raka’at menjadi 2 raka’at


Shalat Dalam Keadaan Darurat
image
Ibadah shalat merupakan ibadah yang tidak dapat ditinggalkan walau dalam keadaan apapun. Hal ini berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain seperti puasa, zakat dan haji. Jika seseorang sedang sakit pada bulan ramadhan dan tidak mampu untuk berpuasa, maka ia boleh tidak berpuasa dan harus menggantinya pada hari lain. Orang yang tidak mampu membayar zakat ia tidak wajib membayar zakat. Demikian pula halnya dengan ibadah haji, bila seseorang tidak mampu maka tidak ada kewjiban baginya.
Shalat adalah ibadah yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim selama masih memiliki akal dan ingatannya masih normal. Kewajiban tersebut harus dilakukan tepat pada waktunya. Halangan untuk tidak mengerjakan shalat hanya ada tiga macam, yaitu hilang akal seperti gila atau tidak sadar, karena tidur dan lupa (namun demikian ada kewajiban mengqadha di waktu lain).
Betapa pentingnya ibadah shalat ini, Rasulullah pernah bersabda :
“Urusan yang memisahkan antara kita (orang-orang Islam) dengan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Oleh sebab itu siapa yang meninggalkan shalat, sungguh ia telah menjadi kafir.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Shalat Dalam Keadaan Sakit
Orang yang sedang sakit harus tetap melakukan shalat lima waktu, selama akal atau ingatannya masih tetap normal. Cara melaksanakannya sesuai dengan kemampuan orang yang sakit tersebut. Jika ia tidak mampu shalat dengan berdiri, maka ia boleh shalat dengan duduk. Jika ia tidak mampu dengan duduk, boleh shalat dengan berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat. Jika ia tidak mampu berbaring boleh shalat dengan terlentang dan isyarat.
Yang termasuk dalam arti tidak mampu adalah apabila ia mendapatkan kesulitan dalam berdiri atau duduk, atau sakitnya akan bertambah apabila ia berdiri atau ia takut bahaya. Hal ini dijelaskan dalam hadits sebagai berikut :
Dari Ali bin Abu Thalib ra. telah berkata Rasulullah SAW tentang shalat orang sakit : “Jika kuasa seseorang shalatlah dengan berdiri, jika tidak kuasa shalatlah sambil duduk. Jika ia tidak mampu sujud maka isyarat saja dengan kepalanya, tetapi hendaklah sujud lebih rendah daripada ruku;nya. Jika ia tidak kuasa shalat sambil duduk, shalatlah ia dengan berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat. Jika tidak kuasa juga maka shalatlah dengan terlentang, kedua kakinya ke arah kiblat.” (HR. Ad-Daruquthni).
Shalat dalam Kendaraan
Orang yang sedang berada dalam kendaraan mengalami situasi yang berbeda. Ada yang di dalam kendaraan itu bisa tenang seperti dalam kapal laut yang besar, adakalanya sesorang tidak merasa nyaman seperti berada di dalam bis yang sempit. Untuk melakukan shalat di kendaraan ini tentunya di sesuaikan dengan jenis kendaraan yang ditumpanginya.
Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bagaimana cara sholat di atas perahu. Beliau bersabda : “Sholatlah di dalam perahu itu dengan berdiri kecuali kalau kamu takut tenggelam.” (HR. Ad-Daruquthni).
Bila selama perjalanan (dengan kendaraan) itu masih dapat turun dari kendaraan, maka hendaknya kita melaksanakan sholat seperti dalam keadaan normal. Tetapi bila memang tidak ada kesempatan lagi untuk turun dari kendaraan seperti bila naik pesawat terbang, maka kita melakukan shalat di atas kendaraan itu. Hal ini dilakukan mengingat :
1. Shalat adalah ibadah yang wajib dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan baik secara normal atau dengan menjama‘. Sedangkan meninggalkan sholat walau dalam safar lalu mengerjakan bukan pada waktunya tidak didapati dalil/contoh dari Rasullullah.
2. Kendaraan di masa Nabi SAW adalah berupa hewan tunggangan (unta, kuda dan lain-lain) yang dapat dengan mudah kita turun dan melakukan shalat. Bila dalam shalat wajib Nabi SAW tidak shalat di atas kendaraannya, maka hal itu karena Nabi melakukan shalat wajib wajib secara berjamaah yang membutuhkan shaf dalam shalat. Atau pun juga beliau ingin shalat wajib itu dilakukan dengan sempurna.
3. Sedangkan kendaraan di masa kini bukan berbentuk hewan tunggangan, tetapi bisa berbentuk kapal laut, kapal terbang, bus atau kereta api. Jenis kendaraan ini ibarat rumah yang berjalan karena besar dan sesorang bisa melakukan shalat dengan sempurna termasuk berdiri, duduk, sujud dan sebagainya. Dan meski tidak bisa dilakukan dengan sempurna, para ulama membolehkan shalat sambil duduk dan berisyarat. Selain itu kendaraan ini tidak bisa diberhentikan sembarang waktu karena merupakan angkutan massal yang telah memiliki jadwal tersendiri.
4. Tetapi bila kita naik mobil pribadi atau sepeda motor, maka sebaiknya berhenti, turun dan melakukan shalat wajib di suatu tempat agar bisa melakukannya dengan sempurna.
5. Sedangkan riwayat yang mengatakan bahwa Nabi tidak pernah shalat wajib di atas kendaraan juga diimbangi dengan riwayat yang menceritakan bahwa Nabi SAW berperang sambil shalat di atas kuda/ kendaraan. Tentunya ini bukan salat sunnah tetapi shalat wajib karena shalat wajib waktunya telah ditetapkan.

Sholat Sunnah Rawatib





“Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula sholat) subuh. Sesungguhnya sholat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Israa’ : 78)
Demikianlah Allah swt telah menjadikan ibadah sholat sebagai satu amalan wajib bagi seluruh umat Islam. Ayat di atas merupakan perintah untuk melaksanakan sholat fardhu yang lima waktu, yaitu sholat Isya, Shubuh, Dhuhur, ‘Ashar, dan Maghrib. Kelima sholat tersebut merupakan rangkaian sholat wajib yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam yang beriman kepada Allah swt.
Selain harus melaksanakan sholat fardhu lima waktu yang wajib tersebut, umat Islam juga diperintahkan untuk melaksanakan berbagai macam sholat sunnah, yang berfungsi untuk menyempurnakan amalan sholat-sholat fardhu. Salah satu sholat sunnah yang diperintahkan adalah sholat sunnah rawatib, sebagaimana banyak terdapat pada hadits-hadits Rasulullah saw. Sholat sunnah rawatib merupakan salah satu jenis sholat sunnah yang dikerjakan ketika sebelum atau sesudah melaksanakan sholat-sholat wajib atau sholat fardhu.
Sholat sunnah rawatib yang dilaksanakan sebelum sholat fardhu disebut dengan sholat sunnah Qobliyah, sedangkan sholat rawatib yang dikerjakan sesudah mengerjakan sholat fardhu disebut dengan sholat sunnah Ba’diyah. Sedangkan mengenai kesunahannya, sholat sunnah rawatib ada yang hukumnya sunnah muakkad, ada pula yang sunnah ghoiru muakkad. Sholat sunnah rawatib dikerjakan sebanyak dua rakaat atau ada juga yang dilakukan sebanyak empat rakaat. Berikut kami sajikan pembahasan sederhana mengenai sholat sunnah rawatib.
MACAM-MACAM SHOLAT SUNNAH RAWATIB
1. Sholat sunat rawatib muakkad
Yaitu sholat rawatib yang sangat diutamakan (yang tingkat kesunahannya lebih tinggi, karena Rasulullah saw dahulu sering melakukannya). Sholat sunnah rawatib muakkad ini diantaranya adalah sholat sunnah yang dilakukan pada waktu:
a) Sebelum shubuh dua rokaat
b) Sebelum dhuhur dua rokaat
c) Sesudah dhuhur dua rokaat
d) Sesudah maghrib dua rokaat
e) Sesudah isya dua rokaat
“Dari Aisyah ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: Dua rakaat fajar (qabliyah subuh) itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Umar ra berkata, “Aku menjaga 10 rakaat dari nabi saw: 2 rakaat sebelum sholat Dhuhur,2 rakaat sesudahnya,2 rakaat sesudah sholat Maghrib, 2 rakaat sesudah sholat Isya dan 2 rakaat sebelum sholat Shubuh. (HR. Muttafaqun ‘alaih)
2. Sholat sunat rawatib ghoiru muakkad
Yaitu sholat sunnah rawatib yang tidak terlalu diutamakan.
a) Dua atau empat rakaat sebelum sholat Ashar
Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah SWT mengasihi seseorang yang sholat 4 rakaat sebelum sholat Ashar.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirimizi dan Ibnu Khuzaemah).
b) Dua rakaat sebelum sholat Maghrib
Dari Abdullah bin Mughaffal ra. ia berkata: Nabi saw bersabda, “Di antara adzan dan iqomah ada sholat, di antara adzan dan iqomah ada sholat (kemudian dikali ketiga beliau berkata:) bagi siapa yang mau.” Beliau takut hal tersebut dijadikan oleh orang-orang sebagai keharusan. (HR Bukhari No. 627 dan Muslim No. 838)
Dan dalam riwayat Abu Daud, “Sholatlah kalian sebelum Maghrib dua rakaat.” Kemudian beliau bersabda, “Sholatlah kalian sebelum Maghrib dua rakaat bagi yang mau.” Beliau takut prang-orang akan menjadikannya sholat sunnah. (HR Abu Daud No. 1281)
c) Dua rakaat sebelum sholat Isya
Ibnu Umar ra. berkata : Saya sholat bersama Rasulullah saw dua rakaat sebelum dhuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah jum’ah dan dua rakaat sesudah maghrib serta dua rakaat sesudah isya. (HR. Bukhari, Muslim)
Sholat Sunnah Rawatib Ba’diyah (Sesudah ‘Ashar)
Tidak seluruh sholat fardhu yang lima waktu dapat atau boleh diikuti dengan sholat sunnah rawatib (ba’diyah). Sholat shubuh dan sholat ‘ashar merupakan sholat fardhu yang tidak boleh diikuti dengan sholat sunnah rawatib ba’diyah, karena Rasulullah saw telah melarang umatnya untuk mengerjakan sholat sunnah ba’diyah shubuh maupun ba’diyah ‘ashar. Rasulullah saw bersabda:
Dari Abi Said Al-Khudri ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,“Tidak ada sholat setelah sholat shubuh hingga matahari terbit. Dan tidak ada sholat sesudah sholat ‘Ashar hingga matahari terbenam. (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian jelas bahwa haram hukumnya mengerjakan sholat sunnah ba’diyah shubuh maupun ba’diyah ‘ashar.
Keutamaan Sholat Sunnah Rawatib
Allah swt akan memberikan ganjaran yang sangat besar kepada hamba-Nya yang senantiasa menjadikan sholat sunnah rawatib sebagai amalan yang kontinyu. Ganjaran Allah swt kepada orang-orang yang mendawamkan sholat sunnah rawatib yaitu Allah swt akan membangunkannya rumah di Surga. Selain itu, bagi orang-orang yang mendawamkan sholat sunnah rawatib qobliyah shubuh (sholat sunnah fajar), maka Allah swt akan memberikan balasan yang jauh lebih besar dan lebih bernilai daripada dunia dan seisinya.
Ummu Habibah berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa Sholat dalam sehari semalam dua belas rakaat, akan dibangun untuknya rumah di Surga, yaitu empat rakaat sebelum Dzuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebelum Sholat Subuh.” (HR Tirmidzi, ia mengatakan, hadits ini hasan sahih).
“Dari Aisyah ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: Dua rakaat fajar (qabliyah subuh) itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR Muslim)
Shalat Sunnah Ghairu Muakkad
Shalat sunnah ghairu muakkad adalah shalat yang biasa didirikan nabi Muhammad SAW,tetapi beliau tidak menganjurkan sebagaimana pada sunnah muakkad. Sunnah ini mencakup :
· Dua rakaat setelah dhuhur disamping dua rakaat yang muakkad.
Nabi SAW pernah bersabda : “ siapa yang shalat empat rakaat sebelum dhuhur dan empat rakaat setelahnya, Allah mengharamkan ia jatuh ke neraka “ (HR. Abu Daud). Tampaknya engkau segera merespon hadist tersebut :” Sesungguhnya amal tergantung pada niat” (HR. Bukhori, Muslim dan Ibnu Majah).
· Empat rakaat atau dua rakaat sebelum ashar.
Nabi SAW bersabda, “ Semoga Allah memberi rahmad kepada orang yang shalat sunnah empat rakaat sebelum ashar” ( HR. Tirmidzi ) dan sayyidina Ali meriwayatkan bahwa nabi SAW biasa shalat dua rakaat sebelum ashar.( HR. Abu Daud ).
· Dua rakkat sebelum maghrib.
Rasulullah SAW bersabda :” shalatlah dua rakaat sebelum maghrib” kemudian beliau mengulang “shalatlah dua rakaat sebelum maghrib “ kemudian pada yang ketiga kalinya beliau menambahkan “ bagi yang mau “. ( HR. Bukhari ).
· Dua rakaat sebelum isya’.
Nabi SAW bersabda “ diantara dua adzan ada shalat, diantara dua adzan ada shalat”, beliau kemudian menyatakan “ bagi yang mau. “( HR. HR. Bukhori ).
Nabi Muhammad SAW tidak menganjurkan shalat ini sekuat shalat muakkad. Kadang beliau melaksanakannya dan kadang beliau meninggalkannya.

Fikih Kelas 2 semester 2

MATERI FIQIH - zakat, sedekah, hibah, hadiah
BAB 3
ZAKAT
A. Zakat Fitrah dan Zakat Mal
1. Zakat fitrah
a. Pengertian dan hukum zakat fitrah
Adalah zakat berupa makanan pokok yang wajib ditunaikan untuk setiap jiwa satu tahun sekali.Besarnya zakat fitrah adalah 2,5 kgperjiwa baik laki-laki maupun perempuan,anak-anak maupun dewasa.
Hukumnya wajib bagi mereka yang mampu.
Perintah mengeluarkan zakat futrah ini terdapat dalam surat al baqoroh :43.

b. Besarnya zakat fitrah Yang wajib di keluarkan
Besarnya zakat fitrah yang dikeluarkan adalah 2,5 kg.

c. Rukun zakat fitrah
- Niat dengan ikhlas
- Ada orang yang menunaikan
- Ada orang yang menerima
-Ada barang yang dizakatkan

d. Syarat wajib zakat fitrah
- Beragama islam
-Mempunyai kelebihan makanan
-Masih hidup saat terbenamnya matahari pada akhir bulan ramadhan.

e. Waktu zakat fitrah
Berdasarkan hadist rosululloh waktu pe;aksanakan zakat fitrah adalah sebelu sholat idul fitri.

f. Tujuan zakat fitrah
1. membersihkan diri dari berbagai dosa yang dilakukan selama menunaikan puasa ramadhan
2. Memberikan makan kepada fakir miskin
3. Zakat Mal

a. Pengertian dan hukum zakat mal
Adalah zakat yang berupa hartayang wajib ditunaikan bagi pemilik harta setiap setahun sekali.Hukum mengeluarkan zakat mal adalah wajib.

B. Rukun zakat mal
a. Niat untuk menunaikan
b. ada orang yang menunnaikan zakat mal
c. ada orang yang menunaikan zakat al
d. ada harta yang dizakatkan

C. Syarat wajib zakat mal
- Beragama islam
-hartanya sudah mencapai nisab
-Telah nencapai haul

D. Akibat buruk bagi orang yang tidak mengeluarkan zakat:
-Berdosa besar
-Tercela dalam pandangan Allah swt
-Terancam dengan siksa neraka

E. Orang yang berhak menerima zakat
Terdapat pada surat attaubah ayat 60
Fakir : orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan
- Miskin
- Amil:orang yang bekerja mengumpulkan dan membagikan zakat
- Muallaf:orang yang baru masuk islam
- Riqob:Orang yang sudah dijanjikan oleh pemiliknya bahwa ia boleh menebus dirinya.
- Garim :Orang yang banyak mempunyai hutang
-Sabilillah:Suatu kemaslahatan pada umumnya yang diridhoi Allah.
-Ibnu sabil :Orang yang sedang mengadakan perjalanan dalam rangka mencari ridho Allah.

BAB 4
INFAK HARTA DILUAR ZAKAT
A. Sedekah
1. Pengertian sedekah
adalah memberikan sesuatu kepada orang lain dengan mengharap ridho allah.
2. Bentuk – bentuk sedekah
Bersedekah dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk,bahkan menahan diri tidak berbuat keburukan kepada oranglain pun termasuk sedekah.

B. Hibah
1. Pengertian hibah
Pemberian harta dari seseorang kepada oraglain sengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat ahad hibah dinyatakan.

2. Kepemilikan barang yang dihibahkan
Harta yang diberikan lewat hibah langsung beralih kepemilikan dari pemberi hibah kepada pihak kedua yang menerimanya.Namun masih ada peluang untuk menarik kembali yakni hibah yang diberikan seorang ayah kepada anaknya.Jika seorang ayah melihat bahwa dengan hibah tersebut seorang anak justru menjadi lebih nakal(terjerumus pada hal yang tidak diridhoi Allah)

3. Hukum hibah
Pada dasarnya memberikan sesuatu kepada oranglain hukumnya adalah mubah(jaiz).Dalam hukum asal mubah tersebut hukum hibah dapat menjadi wajib,haram dan makruh.
a. Wajib.
Hibah yang diberikan kepada istri dan anak hukumnya wajib sesuai dengan kemampuannya.
Rosululloh saw bersabda:
Bertaqwalah kalian kepada Allah dan adillah terhadap anak anak kalian.
b. Haram
Hibah menjadi haram hukumnya apabila harta yang telah dihibahkan ditarik kembali.
c. Makruh
Menghibahkan sesuatu dengan maksud mendapatkan imbalan sesuatu baik berimbang maupun lebih banyak hukumnya adalah makhruh.

C. Hadiah
1. Pengertian Hadiah
ialah memberikan sesuatu secara Cuma Cuma dengan maksud untuk memuliakan seseorang karena suatu kebaikan yang telah diperbuat.

2. Anjuranuntuk saling memberi hadiah.
Rosululloh saw bersabda:
Hendaklah kalian saling berjabat tangan niscaya perasaan tidak senang hilang dari kalian dan hendaklah kalian saling memberi hadiah niscaya kalian saling mencintai.

3. Persamaan,perbedaan dan manfaat sedekah,hibah dan hadiah.
a. Persamaan.
-Sedekah,hibah,dan hadiah merupakan wujud kedermawaan yang dimiliki seseorang atau suatu kelompok dalam organisasi.
-Ketiganya diberikan secara cumu cuma tanpa mengharapkan pemberian kembali dalam bentuk dan wujud apapun.
b. Perbedaan
1.Sedekah dan hibah diberikan kepada seseorang karena rasa iba,kasih sayang,atau ingin mempererat persaudaraan.

2. Hadiah diberikan kepada seseorang sebagai imbalan jasa atau penghargaan atas prestasi yang dicapai.





BAB 5
HAJI DAN UMROH
A. Haji
1. Pengertian dan hukum haji
Menurut bahasa adalah menyengaja,seang menurut syariat islam adalah sengaja mengunjungi mekah untuk mengerjakan ibadah yang terdiri atas tawaf,sa’i wukuf dan amalan amalan lain.
Ibadah haji merupakan rukun islam yang kelima.Haji diwajibkan allah swt atas setiap muslim yang mampu untuk mengerjakannya sekali dalam hidupnya.
Allah perintahkan dalam al qur’an surat al imran ayat 97.

2. Syarat wajib dan syarat sah haji.
a. syarat wajib haji
-Beragama islam
-baligh/dewasa
-Berakal sehat
-merdeka
-Istita’ah /mampu
b. Syarat sah haji.
- Dilaksanakan sesuai batas – batas waktunya.
-Melaksanakan urutan rukun hajitidak dibolak balik.
-Dipenuhi syarat – syaratnya.
-Dilaksanakan ditempat yang telah ditentukan.

3. Rukun haji
a. Ihram dengan niat ibadah haji.
b. Wukuf diarafah pada tanggal 9 dzulhijjah.
c. Thawaf(mengelilingi ka’bah sebanyak 7 x.
d. Sa’i(lari lari kecil dari bukit shafa ke bukit marwah dan sebaliknya).
e. Bercukur atau memotong sebagian rambut kepala(tahalul).
f. Tertib atau urut.

4. Wajib haji
a.ihram dari miqat,baik miqat zamani maupun miqat makani.
b.hadir di mudzalifah setelah kembali dari arofah.
c. melontar jumrah aqobah pada hari raya haji.
d.Bermalam dimina
e.melontar 3 jamrah pada hari tasyrik.
f. tawaf wada’
g. menjauhkan diri dari semua larangan haji.

5. Sunah haji.
a. ifrad,yakni mendahulukan haji kemudian umrah.
b. membaca talbiyah
c. berdo’a setelah membaca talbiyah.
d.membaca do’a atau dzkir sewaktu melakukan tawaf
e. shalat 2 rakaat setelah tawaf
f. Masuk ke ka’bah.

6.Beberapa larangan bagi orang yang melakukan ibadah haji.
a. laki-laki dilarang berpakaian yang berjahit.
b. Laki laki dilarang menutup kepala.
c. Perempuan dilarang menutup kepala.
d. laki laki maupun perempuan dilarang memakai harum haruman selama ihram.
e.laki laki an perempuan dilarang menghilangkan rambut atau bulu badan yang lain,uga memakai minyak rambut.
f.dilarang memotong kuku sebelum tahalul 1
h.Dilarang meminang,menikah,menikahkan,dan menjadi wali dalam pernikahan.
i. dilarang berburu dan membunuh binatang darat yang liar dan halal dimakan.

7.Dam (denda).
a. denda karena tidak dapathaji ifrad:
- menyembelih seekor kambing yang sah untuk berkurban.
b. denda karena melaggar larangan haji.
-mencukur rambut.
- Memotong kuku
- memakai pakaian berjahit
- berminyak rambut
- memakai harum haruman.
c. denda karena bersetubuh sebelum tahalul ke 2.
menyembelih seekor onta/sapi,7 ekor kambing.
d.denda karena membunuh binatang liar.
Menyembelih binatang jinak yang sebandig dengan binatang yang dibunuh.
e.Denda karena terhalang musuh sehingga tidak dapat meneruskan ibadah haji dan umrah ,hendaklah ia tahalul dengan menyembelih seekor kambing di tempat terhalang itu.

8. Macam – macam haji.
a. Haji tamatuk.
Mengerjakan umrah dahulu baru mengerjakan haji.
b. Haji ifrad.
Mengerjakan haji saja yang dilakukan sebelum ibadah umrah.
c. Haji qiran
adalah mengerjakan haji dan umrah didalam satu niat atau satu pekerjaan sekaligus.

3. Tata cara pelaksanaan ibadah haji.
- ihram
- di arafah pada tanggal 8 dzulhijjah.
- 9 dzulhijjah mendengarkan khutbah wukuf.
- menuju mudzalifah
- menuju mina
- melempar jamrah aqobah.
g. Selanjutnya jamaah haji kembali lagi kemina dan bermalam dimina pada malam ke 11,12, zulhijah dan melontar ketiga jumrah setiap harinya.
h. tawaf wada’ atau tawaf pamitan.
B. Umrah.
Umrah ialah ibadah yang dilakukan ditanah suci mekah yang menyerupai ibadah haji dengan beberapa perbedaan.Hukum umrah adalah fardh ‘ain sekali seumur idup bagi setiap muslim yang memenuhi persyaratannya.
Allah berfirman dalam surat al baqoroh ayat 196.
“dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena allah…
Syarat wajib dan rukun umrah sama dengan haji kecuali wukuf,umrah tidak memakai wukuf diarafah.
Wajib umrah hanya ada 2 yaitu ihram dan dan tidak berbuat haram.Larangan umrah sama dengan larangan haji.Mikat makat makani ibadah umrah sama dengan ibadah haji.



MAKANAN HARAM DAN HALAL
A. Makanan dan minuman haram
1 Pengertian halal
Adalah apabila makanan dan minuman tersebut dinyatakan sah untuk dikonsumsi.
Halal ada 2 yaitu halal zatnya dan halal cara memperolehnya.
a. Halal zatnya.
Makanan dan minuman tersebut memang memang dari yang halal misalnya:nasi,sayur,daging sapi,ayam,serta minuman misalnya:air hujan,sumur,air kelapa dan air embun.
b. Halal cara memperolehnya.
Dengan cara yang dibenarkan oleh syara misalnya berdagang,bertani,mengajar,atau diperoleh dari utang piutang.

B. Manfaat makanan dan minuman halal.
- Manusia dapat bertahan hidup sampai batas yang ditentukan oleh allah.
- Dapat mencapai ridha Allah karena telah memilih jenis yang baik sesuai petunjuk allah.
- Manusia dapat memiliki akhlaq karimah
- Manusia dapat terhindar dari akhlaq mazmumah.

C. Makanan dan minuman haram.
1.Pengertian haram
Haram berarti dilarang agama.Maksudnya makanan dan minuman yang dilarang oleh agama untuk dikonsumsi manusia.
2. Jenis – jenis makanan dan minuman yang diharamkan oleh agama.
Hampir semua makanan nabati halal untuk dikonsumsi kecuali yang membahayakan kesehatan atau mengancam kesehatan manusia.
b. Minuman
- Khamer dan segala jenisnya.
- Miniman yang jelas jelas mengandung racun atau zat lain yang mengancam kesehatan manusia.

D. Binatang halal dan haram.
1. Binatang yang halal dimakan.
Adalah binatang ternak,buruan dan semua binatang yang berasal dari laut atau sungai.
Allah berfirman dalam surat al baqoroh ayat 1:
…..Hewan ternak dihalalkan bagimu kecuali yang akan disebutkan kepadamu.
Jenis binatang yang dihalalkan berdasarkan hadist yaitu:ayam,kuda,keledai liar,kelinc dan belalang.
Dihalalkan beberapa jenis binatang yang memberikan manfaat bagi manusia:
a. menyehatkan jasman dan rohani.
b. menumbuhkan semangat dan gairah kerja.
c. menambah kekhusyukan dalam beribadah. d.Menyelamatkan dari dosa dan azab neraka.
2. Binatang yang haram dimakan
A. haram karena nas al quran dan hadist
- babi
- khimar jinak
- binatang buas atau bertaring.
- burung yang berkuku tajam dan berparuh kuat
- binatang jalalah.

B. haram karena diperintah membunuhnya.
Antara lain ular,burung gagak,burung elang,tikus dan anjing gila.
C. Haram karena dilarang membunuhnya.
Yaitu semut,lebah madu,burung hud hud dan burung suradi.
D. Haram karena keadan menjijikkan
Allah berfirman dalam surat al a’raf 157
…..dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka.misalnya:belatung,pacet,dan lintah.
Adapun mudarat binatang yang diharamkan adalah:
- merusak organ organ tubuh.
- mengganggu kesehatan badan.
- memengaruhi jiwa,watak dan mental.
- menimbulkan kerakusan dan kebuasan .
- berdosa dan akibatnya akan terkena azab di neraka.
 

 

Fikih Kelas 2 semester 1


http://2.bp.blogspot.com/-pjl8qOkZYdw/TyZqapENT1I/AAAAAAAAArU/7urRgrAwdj8/s1600/Sujud+Sahwi.jpg
Berikut di bawah ini merupakan pengertian dari Sujud Syukur Dan Sujud Tilawah yang di tulis oleh Al Ustadz Zuhair bin Syarif yang saya kutip dari salah satu blog yang sempat saya baca, Awalnya saya hanya sekedar untuk menambah wawasan pribadi saja, tapi saya pikir di antara saudara juga mungkin membutuhkannya, karena itu saya mencoba memaparkan kembali disini. Oke, simak saja langsung di bawah ini:

a. Sujud Tilawah

Sujud tilawah mempunyai kedudukan yang tinggi dalam sunnah. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam hadits yang shahih yaitu :
Artinya : Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Jika Bani Adam membaca ayat sajdah maka setan menyingkir dan menangis lalu berkata : 'Wahai celaka aku, Bani Adam diperintahkan untuk sujud, maka dia sujud, dan baginya Surga, sedangkan aku diperintahkan untuk sujud, tetapi aku mengabaikannya, maka neraka bagiku.' " (Dikeluarkan oleh Muslim, lihat Fiqhul Islam halaman 23 karya Syaikh Abdul Qadir Syaibatul Hamdi)


Dengan hadits di atas jelas bagi kita bahwa sujud tilawah mempunyai arti yang agung bagi siapa saja yang mau mengamalkannya. Tentunya hal itu dilakukan dengan niat yang ikhlas hanya mencari wajah Allah Ta'ala dan sesuai dengan contoh Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Karena amal tanpa kedua syarat tersebut akan tertolak, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, dari Ummul Mukminin, Aisyah Radhiallahu 'anha :
Artinya : "Barangsiapa mengamalkan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amal tersebut tertolak. (HR. Muslim)

Kemudian dalil yang menunjukkan agar kita ikhlas dalam beramal adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
Artinya : "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus … ."(Al Bayyinah : 5)

Sedangkan kalau tidak ikhlas, amal itu akan terhapus. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
Artinya : "Jika engkau berlaku syirik kepada Allah, niscaya akan terhapus amalmu. (Az Zumar : 65)

Definisi Sujud Tilawah
Secara bahasa tilawah berarti bacaan. Sedangkan secara istilah, sujud tilawah artinya sujud yang dilakukan tatkala membaca ayat sajdah di dalam atau di luar shalat.

Disyariatkannya Sujud Tilawah Dan Hukumnya

Sujud tilawah termasuk amal yang disyariatkan. Hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah menunjukkan hal tersebut. Dikuatkan lagi dengan kesepakatan ulama sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Syafi'i dan Imam Nawawi.

Di antara dalil-dalil dari hadits yang menunjukkan disyariatkannya adalah :

1. Hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, beliau berkata :
Artinya : "Kami pernah sujud bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pada surat (idzas sama'un syaqqat) dan (iqra' bismi rabbikalladzi khalaq). (HR. Muslim dalam Shahih-nya nomor 578, Abu Dawud dalam Sunan-nya nomor 1407, Tirmidzi dalam Sunan-nya nomor 573, 574, dan Nasa'i dalam Sunan-nya juga 2/161)

2. Hadits Ibnu Abbas. Beliau radhiallahu 'anhu bersabda :
Artinya : "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sujud pada surat An Najm." (HR. Bukhari dalam Shahih-nya 2/553, Tirmidzi 2/464)

Dari hadits-hadits di atas, para ulama bersepakat tentang disyariatkannya sujud tilawah. Hanya saja mereka berselisih tentang hukumnya. Jumhur ulama berpendapat tentang sunnahnya sujud tilawah bagi pembaca dan pendengarnya. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwasanya Umar radhiallahu 'anhu pernah membaca surat An Nahl pada hari Jum'at. Tatkala sampai kepada ayat sajdah, beliau turun seraya sujud dan sujudlah para manusia.

Pada hari Jum'at setelahnya, beliau membacanya (lagi) dan tatkala sampai pada ayat sajdah tersebut, beliau berkata :
Artinya : "Wahai manusia, sesungguhnya kita akan melewati ayat sujud. Barangsiapa yang sujud maka dia mendapatkan pahala dan barangsiapa yang tidak sujud, maka tidak berdosa. [ Pada lafadh lain : "Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla tidak mewajibkan sujud tilawah, melainkan jika kita mau." ] (HR. Bukhari)

Perbuatan Umar radhiallahu 'anhu di atas dilakukan di hadapan para shahabat dan tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya. Hal ini menunjukkan ijma' para shahabat bahwa sujud tilawah disunnahkan. Di antara ulama yang menyatakan demikian adalah Syaikh Ali Bassam dalam kitabnya Taudlihul Ahkam dan Sayid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah.

Syaikh Abdurrahman As Sa'di menyatakan : "Tidak ada nash yang mewajibkan sujud tilawah, baik dari Al Qur'an, hadits, ijma', maupun qiyas … ." (Taudlihul Ahkam, halaman 167)

Pendapat lain menyatakan bahwa sujud tilawah hukumnya wajib. Hal ini dinyatakan oleh Madzhab Hanbali. Mereka berdalil dengan surat Al Insyiqaq :
Artinya : "Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka tidak sujud. (Al Insyiqaq : 20-21)

Dengan adanya ayat di atas, mereka mengatakan bahwa orang yang tidak beriman ketika dibacakan ayat Al Qur'an tidak mau bersujud. Dengan demikian mereka menyimpulkan bahwa sujud tilawah itu hukumnya wajib. Namun pendapat yang rajih (kuat) bahwa hukum sujud tilawah adalah sunnah sebagaimana telah diterangkan di depan. Wallahu A'lam.

Di antara dalil yang menunjukkan tidak wajibnya sujud tilawah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari :
Artinya : "Bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sujud ketika membaca surat An Najm. (HR. Bukhari)

Pada hadits yang lain, Zaid bin Tsabit berkata :
Artinya : "Saya pernah membacakan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam surat An Najm, tetapi beliau tidak bersujud. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan adanya kedua hadits ini dapat diketahui bahwa sujud tilawah tidak wajib hukumnya. Karena Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kadang-kadang bersujud pada suatu ayat dan disaat lain pada ayat yang sama beliau tidak sujud. Pada hadits ini juga dimungkinkan bahwa pembaca --dalam hal ini Zaid bin Tsabit-- tidak bersujud sehingga Rasulullah pun tidak bersujud.

Hal ini didukung pula dengan perbuatan Umar di atas, beliau radhiallahu 'anhu tidak bersujud ketika membaca ayat sajdah. Padahal yang ikut shalat bersama beliau radhiallahu 'anhu adalah para shahabat dan mereka tidak mengingkarinya.

Tempat-Tempat Disyariatkannya Sujud Tilawah

Ada beberapa pendapat mengenai tempat dalam Al Qur'an yang mengandung ayat-ayat sajdah sebagaimana dinyatakan oleh Imam Shan'ani dalam Subulus Salam juz 1, halaman 402-403 :

1. Pendapat Madzhab Syafi'i

Sujud tilawah terdapat pada sebelas tempat. Mereka tidak menganggap adanya sujud tilawah dalam surat-surat mufashal (ada yang berpendapat yaitu surat Qaaf sampai An Nas, ada juga yang berpendapat surat Al Hujurat sampai An Nas).

2. Pendapat Madzhab Hanafi

Sujud tilawah terdapat pada empat belas tempat. Mereka tidak menghitung pada surat Al Hajj, kecuali hanya satu sujud.

3. Pendapat Madzhab Hanbali

Sujud tilawah terdapat pada lima belas tempat. Mereka menghitung dua sujud pada surat Al Hajj dan satu sujud pada surat Shad.

Pendapat pertama berdalil dengan hadits Ibnu Abbas : "Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak sujud pada surat-surat mufashal sejak berpindah ke Madinah." (HR. Abu Dawud, 1403)

Ibnu Qayim Al Jauziyah berkata tentang hadits ini : "Hadits ini dlaif, pada sanadnya terdapat Abu Qudamah Al Harits bin 'Ubaid. Haditsnya tidak dipakai." Imam Ahmad berkata : "Abu Qudamah haditsnya goncang." Yahya bin Ma'in berkata : "Dia dlaif." An Nasa'i berkata : "Dia jujur, tapi mempunyai hadits-hadits mungkar." Abu Hatim berkata : "Dia syaikh yang shalih, namun banyak wahm-nya (keraguannya)."

Ibnul Qathan beralasan (men-jarh) dengan tulisannya dan berkata : "Muhammad bin Abdurrahman menyerupainya dalam kejelekan hapalannya dan aib bagi seorang Muslim untuk mengeluarkan haditsnya."

Padahal telah shahih dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwasanya beliau sujud bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika membaca surat iqra' bismi rabbikal ladzi khalaq dan idzas samaun syaqqat (keduanya termasuk surat-surat mufashal).

Beliau masuk Islam setelah kedatangan Nabi ke Madinah selama enam atau tujuh tahun. Jika dua hadits di atas bertentangan dari berbagai segi dan sama dalam keshahihannya, niscaya akan jelas untuk mendahulukan hadits Abu Hurairah. Karena hadits ini tsabit (tetap) dan ada tambahan ilmu yang tersamarkan bagi Ibnu Abbas. Apalagi hadits Abu Hurairah sangat shahih, disepakati keshahihannya, sedangkan hadits Ibnu Abbas dlaif. Wallahu A'lam. (Zadul Ma'ad, juz 1 halaman 273)

Pendapat pertama juga berdalil dengan hadits Abi Darda : "Aku sujud bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sebelas sujud yaitu, Al A'raaf, Ar Ra'd, An Nahl, Bani Israil, Al Hajj, Maryam, Al Furqan, An Naml, As Sajdah, Shad, dan Ha Mim As Sajdah. Tidak ada padanya surat-surat mufashal."

Abu Dawud berkata : "Riwayat Abu Darda dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tentang sebelas sujud ini sanadnya dlaif. Hadits ini tidak ada pada riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah, sedangkan sanadnya tidak dapat dipakai."

Pendapat kedua terbantah dengan hadits 'Amr bin 'Ash : "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam membacakan kepadanya lima belas (ayat) sajdah. Tiga di antaranya terdapat dalam surat-surat mufashal dan dua pada surat Al Hajj." (HR. Abu Dawud 1401 dan Hakim 1/811)

Hadits ini sekaligus merupakan dalil bagi siapa saja yang menyatakan bahwa sujud tilawah ada lima belas (seperti pendapat ke-3 di atas). Dalam mengomentari hadits ini, Syaikh Al Albani berkata : "Kesimpulannya, hadits ini sanadnya dlaif. Umat telah menyaksikan kesepakatannya.

Namun, meskipun hadits ini dlaif, tapi didukung oleh kesepakatan umat untuk beramal dengannya. Juga hadits-hadits shahih mendukungnya, hanya saja, sujud yang kedua pada surat Al Hajj tidak didapat pada hadits dan tidak didukung oleh kesepakatan. Akan tetapi shahabat bersujud ketika membaca surat ini. Dan hal ini termasuk hal yang dianggap masyru', lebih-lebih tidak diketahui ada shahabat yang menyelisihinya. Wallahu A'lam." (Tamamul Minnah, halaman 270)

Adapun kelima belas ayat sajdah tersebut terdapat pada surat-surat :

1. Al A'raf ayat 206.
2. Ar Ra'd ayat 15.
3. An Nahl ayat 50.
4. Maryam ayat 58.
5. Al Isra' ayat 109.
6. Al Hajj ayat 18.
7. Al Hajj ayat 77.
8. Al Furqan ayat 60.
9. An Naml ayat 26.
10. As Sajdah ayat 15.
11. Shad ayat 24.
12. An Najm ayat 62.
13. Fushilat ayat 38.
14. Al Insyiqaq ayat 21.
15. Al 'Alaq ayat 19.

Tata Cara Sujud Tilawah

Tata cara sujud tilawah dijelaskan oleh para ulama dengan mengambil contoh dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan para shahabatnya. Di antara hadits yang diambil faedahnya adalah hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas. Juga atsar Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Sa'id bin Jubair, beliau berkata : "Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma pernah turun dari kendaraannya, kemudian menumpahkan air, lalu mengendarai kendaraannya. Ketika membaca ayat sajdah, beliau bersujud tanpa berwudlu." Demikian penukilan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 2/644.

Beliau menambahkan, adapun atsar yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Laits dari Nafi dari Ibnu Umar bahwasanya beliau berkata : "Janganlah seseorang sujud kecuali dalam keadaan suci." Maka cara menggabungkannya adalah bahwa yang dimaksud dengan ucapannya suci adalah suci kubra (Muslim, tidak kafir) … . Ucapan ini dikuatkan dengan hadits : "Seorang musyrik itu najis."

Ketika mengomentari judul bab (yaitu bab Sujudnya kaum Muslimin bersama kaum musyrikin padahal seorang musyrik itu najis dan tidak memiliki wudlu) yang dibuat oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya, Ibnu Rusyd berkata : "Pada dasarnya semua kaum Muslimin yang hadir di kala itu (ketika membaca ayat sajdah) dalam keadaan wudlu, tapi ada pula yang tidak. Maka siapa yang bersegera untuk sujud karena takut luput, ia sujud walaupun dia tidak berwudlu ketika ada halangan atau gangguan wudlu.

Hal ini diperkuat dengan hadits Ibnu Abbas bahwa pernah sujud bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, kaum Muslimin, musyrikin, dari golongan jin dan manusia. Di sini, Ibnu Abbas menyamakan sujud bagi semuanya, padahal pada waktu itu ada yang tidak sah wudlunya. Dari sini diketahui bahwa sujud tilawah tetap sah dilakukan, baik oleh orang yang berwudlu maupun yang tidak. Wallahu A'lam."

Jadi, kesimpulannya bahwa sujud tilawah boleh dilakukan bagi yang berwudlu maupun yang tidak.

Termasuk dari syarat sujud tilawah adalah takbir. Hanya saja terjadi ikhtilaf mengenai hukumnya. Demikian dibawakan oleh Syaikh Ali Bassam dalam kitabnya Taudlihul Ahkam.

Adapun yang rajih (lebih kuat) adalah disunnahkan takbir jika dilakukan dalam shalat. Hal ini berdasarkan keumuman hadits bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam takbir pada tiap pergantian rakaat. Adapun mengenai sujud tilawah diluar shalat, Abu Qilabah dan Ibnu Sirin berkata dalam Al Mushanaf yang diriwayatkan oleh Abdur Razaq : "Apabila seseorang membaca ayat sajdah diluar shalat, hendaklah mengucapkan takbir."

Beliau (Abdur Razaq) dan Baihaqi meriwayatkannya dari Muslim bin Yasar yang dikatakan Syaikh Al Albani bahwa : "Sanadnya shahih."

Adapun ketika bangkit dari sujud, tidak teriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bahwa beliau mengucapkan takbir. Hal ini diungkapkan oleh Ibnul Qayim dalam Zadul Ma'ad, juz 1 halaman 272. Wallahu A'lam.

Dari kedua point di atas dapat disimpulkan bahwa pada saat hendak melakukan sujud tilawah :

1. Tidak diharuskan berwudlu.

2. Disunnahkan bertakbir, baik pada waktu shalat maupun diluar shalat.

3. Menghadap kiblat dan menutup aurat, sebagaimana yang dinyatakan oleh para fuqaha.

Tentang masalah ini, terdapat riwayat yang dihasankan oleh Ibnu Hajar Al 'Asqalani yang berbunyi : "Dari Abu Abdirrahman As Sulami berkata bahwa Ibnu Umar pernah membaca ayat sajdah kemudian beliau sujud tanpa berwudlu dan tanpa menghadap kiblat dan beliau dalam keadaan mengisyaratkan suatu isyarat." (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, lihat Fathul Bari juz 2 halaman 645)

Namun, untuk lebih selamat adalah mengikuti apa yang dinyatakan jumhur fuqaha, sedangkan atsar Ibnu Umar dipahami pada situasi darurat.

4. Boleh dilakukan pada waktu-waktu dilarang shalat.

5. Disunnahkan bagi yang mendengar bacaan ayat sajdah untuk sujud bila yang membaca sujud dan tidak bila tidak.

6. Tidak dibenarkan dilakukan pada shalat sir (shalat dengan bacaan tidak nyaring) seperti pendapat Imam Malik, Abu Hanifah, dan Syaikh Muqbil, serta Syaikh Al Albani. Sedangkan hadits yang menerangkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sujud tilawah pada shalat dhuhur adalah munqathi' (terputus sanadnya) dan tidak bisa dipakai sebagai dalil. Hal ini diungkapkan oleh Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah, halaman 272.

7. Doa yang dibaca pada waktu sujud tilawah :
Artinya : "Wajahku sujud kepada Penciptanya dan Yang membukakan pendengaran dan penglihatannya dengan daya upaya dan kekuatan-Nya, Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta. (HR. Tirmidzi 2/474, Ahmad 6/30, An Nasa'i 1128, dan Al Hakim menshahihkannya dan disepakati oleh Dzahabi)

Tidak ada hadits yang shahih tentang doa sujud tilawah kecuali hadits Aisyah (di atas) menurut Sayid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah 1/188, tanpa komentar dari Syaikh Al Albani.

b. Sujud Syukur

Sujud syukur termasuk petunjuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan para shahabatnya ketika mendapatkan nikmat yang baru (nikmat yang sangat besar dari nikmat yang lain) atau ketika tercegah dari musibah/adzab yang besar. Hal ini dijelaskan oleh Ibnul Qayim dalam Zadul Ma'ad 1/270 dan Syaikh Abdurrahman Ali Bassam dalam Taudlihul Ahkam 2/140 dan lain-lain.

Hukum Sujud Syukur

Jumhur ulama berpendapat tentang sunnahnya sujud ini. Hal ini diungkapkan oleh Sayid Sabiq dalam kitabnya Fiqhus Sunnah 1/179 dan Syaikh Al Albani menyetujuinya. Di antara hadits-hadits yang digunakan adalah :

a. Hadits dari Abi Bakrah :

Artinya : "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam apabila datang kepadanya berita yang menggembirakannya, beliau tersungkur sujud kepada Allah. (HR. Ahmad dalam Musnad-nya 7/20477, Abu Dawud 2774, Tirmidzi, dan Ibnu Majah dalam Al Iqamah, Abdul Qadir Irfan menyatakan bahwa sanadnya shahih. Dihasankan pula oleh Syaikh Al Albani)

b. Hadits :
Artinya : "Bahwasanya Ali radhiallahu 'anhu menulis (mengirim surat) kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengabarkan tentang masuk Islamnya Hamdan. Ketika membacanya, beliau tersungkur sujud kemudian mengangkat kepalanya seraya berkata : "Keselamatan atas Hamdan, keselamatan atas Hamdan." (HR. Baihaqi dalam Sunan-nya 2/369 dan Bukhari dalam Al Maghazi 4349. Lihat Al Irwa' 2/226)

c. Hadits Anas bin Malik :

Bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika diberi kabar gembira, beliau sujud syukur. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah 1392. Pada sanad hadits ini terdapat Ibnu Lahi'ah, dia jelek hapalannya, namun Syaikh Al Albani berkata : "Sanad ini tidak ada masalah karena ada syawahidnya."

d. Hadits Abdurrahman bin Auf :
Artinya : "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, Jibril Alaihis Salam datang kepadaku dan memberi kabar gembira seraya berkata : "Sesungguhnya Rabbmu berkata kepadamu, 'barangsiapa membaca shalawat kepadamu, Aku akan memberi shalawat kepadanya. Dan barangsiapa memberi salam kepadamu, Aku akan memberi salam kepadanya.' " Maka aku sujud kepada-Nya karena rasa syukur. (HR. Ahmad 1/191, Hakim 1/550, dan Baihaqi 2/371)

Hadits-hadits di atas dikomentari oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Salim Al Hilali sebagai berikut : "Kesimpulannya, tidak diragukan lagi bagi seorang yang berakal untuk menetapkan disyariatkannya sujud syukur setelah dibawakan hadits-hadits ini. Lebih-lebih lagi hal ini telah diamalkan oleh Salafus Shalih radhiallahu 'anhum.

Di antara atsar-atsar para shahabat adalah :

1. Sujud Ali radhiallahu 'anhu ketika mendapatkan Dzutsadniyah pada kelompok khawarij. Atsar ini ada pada riwayat Ahmad, Baihaqi, dan Ibnu Abi Syaibah dari beberapa jalan yang mengangkat atsar ini menjadi hasan.

2. Sujud Ka'ab bin Malik karena syukur kepada Allah ketika diberi kabar gembira bahwa Allah menerima taubatnya. Dikeluarkan oleh Bukhari 3/177-182, Muslim 8/106-112, Baihaqi 2/370, 460, dan 9/33-36, dan Ahmad 3/456, 459, 460, 6/378-390.

Menanggapi atsar-atsar ini Syaikh Salim berkata : "Oleh karena itu, seorang yang bijaksana tidak meragukan lagi untuk menyatakan disyariatkannya sujud syukur.

Barangsiapa menyangka bahwa sujud syukur merupakan perkara bid'ah, maka janganlah menengok kepadanya setelah peringatan ini." (Lihat Bahjatun Nadhirin, jilid 2 halaman 325)

Bagaimana syarat-syarat dilaksanakannya sujud syukur?

Imam Shan'ani menyatakan setelah membawakan hadits-hadits masalah sujud syukur di atas : "Tidak ada pada hadits-hadits tentang hal ini yang menunjukkan adanya syarat wudlu dan sucinya pakaian dan tempat."

Imam Yahya dan Abu Thayib juga berpendapat demikian. Adapun Abul 'Abbas, Al Muayyid Billah, An Nakha'i, dan sebagian pengikut Syafi'i berpendapat bahwa syarat sujud syukur adalah seperti disyaratkannya shalat.

Imam Yahya mengatakan pula : "Tidak ada sujud syukur dalam shalat walaupun satu pendapat pun."

Abu Thayib tidak mensyaratkan menghadap kiblat ketika sujud ini. (Lihat Nailul Authar, juz 3 halaman 106)

Imam Syaukani merajihkan bahwa dalam sujud syukur tidak disyaratkan wudlu, suci pakaian dan tempat, juga tidak disyaratkan adanya takbir dan menghadap kiblat. Wallahu A'lam.

Kesimpulan

Dari keterangan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Disyariatkannya sujud tilawah dalam shalat dan diluar shalat. Jika diluar shalat, bagi yang mendengar ayat sajdah sujud jika yang membacanya sujud. Sedangkan sujud syukur hanya dilakukan diluar shalat.

2. Hukum sujud tilawah dan sujud syukur adalah sunnah.

3. Sujud tilawah ada pada 15 tempat. Sedangkan sujud syukur dilakukan pada waktu mendapatkan kabar gembira yang besar. Bukan hanya pada setiap mendapatkan kenikmatan saja, karena nikmat Allah itu selalu diberi kepada kita. Juga dilakukan ketika terlepas dari mara bahaya.

4. Sujud tilawah dan sujud syukur boleh dilakukan pada waktu-waktu dilarang shalat.

5. Pada sujud tilawah disunnahkan takbir di dalam atau di luar shalat, sedangkan sujud syukur tidak.

6. Pada sujud tilawah dan sujud syukur tidak disyaratkan berwudlu terlebih dahulu.

Wallahu A'lam.



PUASA WAJIB
A. Ketentuan Puasa Wajib
1.   Pengertian  Puasa
      Secara bahasa Puasa artinya menahan diri dari segala sesuatu, seperti manahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat. Sedang menurut istilah puasa ialah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya sejak mulai terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat dan rukunnya.

2.   Hukum Melaksanakan Puasa
            Dalam Islam hukum melaksanakan puasa ada beberapa macam seperti wajib, sunah, haram dan makruh. Puasa yang hukum melaksanakannya wajib yaitu : puasa ramadhan, puasa kifarat dan puasa nazar. Yang termasuk puasa sunah, seperti : puasa setiap hari senin – kamis, puasa hari A’rafah, puasa ‘asyura dan sebagainya. Yang termasuk puasa haram seperti : puasa pada hari raya idul fitri dan idul adha dan puasa hari tasyri’.

3.   Syarat Wajib Puasa
            Syarat artinya sesuatu yang harus dipenuhi sebelum melakukan sesuatu. Adapun syarat wajibnya puasa adalah :     
a.      Islam
b.     Baligh
c.      suci dari haid dan nifas (bagi wanita).
d.     Dalam waktu yang diperbolehkan berpuasa   

                     4.   Rukun Puasa
            Rukun ialah sesuatu yang harus dipenuhi atau dikerjakan ketika melaksanakan sesuatu. Sedang rukun puasa ialah sesuatu yang harus dilaksanakan seseorang yang sedang melaksanakan puasa. Jika rukunnya tidak dipenuhi puasanya tidah sah.
            Rukun puasa ada dua macam yaitu :
a.      Niat berpuasa pada malam hari.
      Sabda Rasulullah SAW.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. مَنْ لَمْ يُبَيِّتُ الصِّيامُ قَبْلَ اْلفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ (رواه ابوداود والترمذى والنساء)
            Artinya :
     “Barang siapa tidak berniat puasa malam hari sebelum terbit fajar, maka tidak sah puasanya”.(H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai)
b.      Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai terbit fajar  sampai terbenam matahari.

5.   Hal-hal yang membatalkan Puasa
      Adapun hal-hal yang membatalkan puasa sebagai berikut :
a.      makan dan minum dengan sengaja
b.     bersetubuh disiang hari
c.      keluar mani (sperma) dengan sengaja
d.     keluar haid atau nifas
e.      muntah dengan sengaja
Rasulullah SAW bersabda.

عَنْ اَبىِ هُرَيْرَةَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. مَنْ ذَرَ عَهُ الْقَيْئَ وَ هُوَ صَا ئِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءً وَ اِ نِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقَضِ (رواه الخمسة)
            Artinya : “Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa muntah tidak sengaja dalam keadaan berpuasa maka tidak wajib baginya untuk mengganti puasanya (qadha), akan tetapi jika muntahnya disengaja maka baginya wajib mengqadha”.   
f.      hilang akalnya sebab gila atau mabuk disiang hari
g.     menurut para ulama’  masuknya sesuatu ke dalam tubuh lewat lobang (hidung, mulut, telinga, dubur atau qubul) baik sengaja atau tidak juga membatalkan puasa. 

B. Macam - Macam Puasa Wajib
            Puasa wajib artinya puasa yang harus dikerjakan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka berdosa. Adapun macam-macam puasa wajib adalah :
1.  Puasa Ramadhan
      Puasa ramadhan ialah puasa yang dilaksanakan pada bulan ramadhan. Hukum melaksanakan puasa ramadhan adalah wajib bagi setiap orang yang telah memenuhi syarat wajibnya.
      Firman Allah Swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ  (البقرة:183) 
                     Artinya :
      “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
      (Q.S. Al Baqarah [2] : 183)
     
Puasa ramadhan mulai diwajibkan kepada umat Islam pada tahun kedua hijriyah. Dalam puasa ramadhan niat untuk berpuasa harus dilaksanakan malam hari sebelum puasa. Sedang untuk puasa sunah boleh dilaksanakan siang hari saat puasa sebelum matahari condong ke barat (masuk waktu dhuhur) asal sejak terbit fajar belum makan atau minum sama sekali.

Hal-hal yang disunahkan ketika berpuasa antara lain :
a.       memperbanyak membaca Al Qur’an.
b.      Segera berbuka jika sudah waktunya tiba.
c.       Ketika berbuka dengan makanan atau minuman yang manis, lebih utama berbuka dengan kurma.
d.      Berdoa lebih dahulu ketika akan berbuka.
            Doanya sebagai berikut :

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْ قِكَ اَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
                    
                     Artinya : 
      “Ya Allah, untuk-Mu saya berpuasa, kepada-Mu beriman dan dengan rizki-Mu saya berbuka. Dengan rahmat-Mu ya Tuhan yang Maha Pengasih.”

e.       Mengakhirkan makan sahur kira-kira 15 menit sebelum waktunya imsak (habis).
f.       Memberi makan untuk berbuka atau sahur kepada orang yang berpuasa.
g.      Memperbanyak ibadah, sedekah dan infak.

2.   Puasa Kifarat
      Puasa kifarat yaitu puasa sebagai denda terhadap orang yang bersetubuh pada saat berpuasa (pada siang hari ) bulan ramadhan. Adapun denda (kifarat) bagi yang bersetubuh di siang hari bulan ramadhan yaitu :
a.      puasa dua bulan berturut-turut, atau
b.      memerdekakan seorang budak muslim, atau
c.      memberi makan orang miskin sebanyak 60 (enam puluh) orang.

3.   Puasa Nazar
Puasa nazar ialah puasa yang dilakukan karena pernah berjanji untuk berpuasa jika keinginannya tercapai. Misalnya seorang siswa bernazar: “jika saya mendapat rangking pertama maka saya akan puasa dua hari”. Jika keinginannya tersebut tercapai maka puasa yang telah dijanjikan (dinazarkannya) harus (wajib) dilaksanakan. Hukum nazar sendiri adalah mubah tetapi pelaksanaan nazarnya jika hal yang baik wajib dilaksanakan, tetapi jika nazarnya jelak tidak boleh dilaksanakan, misalnya jika tercapai keinginannya tadi akan memukul temannya maka memukul temannya tidak boleh dilaksanakan. 

C.   Orang-Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa pada bulan ramadhan adalah :
1.      Orang yang sedang sakit. Wajib mengganti yang ditinggalkannya ketika sembuh.
Firman Allah :
وَمَنْ كَا نَ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّ ةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ.  (البقرة : 184)
Artinya :
“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 184)    

2.      Orang yang sedang bepergian jauh (musafir) tidak bertujuan untuk maksiat. Maka setelah selesai ramdhannya wajib mengganti (mengqadha) sejumlah puasa yang telah ditinggalkannya.

3.      Orang yang telah lanjut usia (pikun) atau sakit menahun
Yaitu orang yang sudah tua dan tidak mampu berpuasa serta kemungkinan untuk mengqadha juga sudah tidak mungkin. Maka sebagai pengganti puasanya ia wajib membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin setiap harinya selama tidak berpuasa . Ukuran  fidyah yaitu kurang lebih ¾ liter beras atau makanan yang bisa membuat kenyang.
Firman Allah :
وَعَلَىالذِّ يْنَ يُطِيْقُونَهُ فِدْ يَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْيْنَ  (البقرة : 184)
Artinya :
“…. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. ….”
(Q.S. Al Baqarah [2]: 184)

4.      Orang yang sedang hamil atau menyusui
Orang yang sedang hamil atau menyusui jika tidak kuat maka boleh tidak berpuasa tetapi wajib mengganti (mengqadaha) puasanya pada kesempatan lain dan wajib membayar fidyah.
Hadis Rasulullah SAW .
عَنْ اَنَسٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. اِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَا فِرِ الصَّوْ مَ وَشَطَرَ الصَّلاَةَ وَ عَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ الصَّوْ مَ (رواه الخمسه)
Artinya:
“Dari Anas Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memberi (keringanan) puasa dan (kemudahan) salat bagi musafir, dan keringanan puasa kepada wanita hamil dan menyusui.” (H.R. lima ahli hadis).

D.  Fungsi Puasa Wajib Dalam Kehidupan
1.      Sebagai sarana untuk mencapai derajat ketakwaan kepada Allah. Firman Allah :
يَاأَيُّهَا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ  (البقرة : 183)
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 183).
2.      Sebagai sarana pendidikan dan latihan yaitu latihan meningkatkan disiplin, membiasakan bertindak benar, melatih sifat sabar, menanamkan tekat yang kuat dalam menahan hawa nafsu.
3.      Menumbuhkan sifat kasih sayang, peduli dan peka terhadap kehidupan fakir miskin.
4.      Menjauhkan diri dari sifat tamak, rakus, riya dan menuruti hawa nafsu.
5.      Menumbuhkan semangat bersyukur atas nikmat yang telah diterimanya tanpa dapat dihitung jumlahnya. Firman Allah :
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهَاإِنَّ اْلإِ نْسَانَ لَظَلُوْ مٌ كَفَّا رٌ. (ابراهيم : 34)
 Artinya :
      “Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah).” (Q.S. Ibrahim: 34)   
6.      Puasa merupakan cara terbaik untuk menjaga keselarasan, keindahan, dan kesehatan tubuh.

PUASA SUNAH

     1. Pengertian puasa sunah
Puasa sunah adalah puasa yang boleh dikerjakan dan boleh tidak, puasa sunah sering disebut dengan puasa Tathawu’ artinya apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dilakukan tidak berdosa.                                                                            
     2. Macam-macam puasa sunah
Ada beberapa  macam puasa sunah yang waktu pelaksanaannya berbeda-beda, antara lain;
a.        Puasa Syawal, Yang dimaksud dengan puasa Syawal adalah puasa enam hari di bulan Syawal setelah tanggal 1 di bulan Syawal, yang pelaksanaannya boleh secara berturut-turut dan boleh selang-seling yang penting sejumlah enam hari.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;

عَنْ اَبِي اَيُّوْبِ اْلأَ نْصَارِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ   ثُمَّ أَتَّبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامُ الدَّ هْرِ  (رواه مسلم)

Artinya :
Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al Anshari r.a. bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Barang siapa berpuasa Ramadhan, lalu disusul  dengan berpuasa 6 (enam) hari di bulan Syawal, maka ( pahalanya ) bagaikan puasa setahun penuh.” ( H.R Muslim)
b.       Puasa hari Arafah, Puasa sunah hari arafah adalah puasa sunah yang pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 9 Dzuhijjah. Puasa sunah hari arafah dapat menghapus dosa selama 2 (dua) tahun,  yakni setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ: أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ . . . (رواه مسلم)
Artinya :
“ Puasa hari Arafah itu dihitung oleh Allah dapat menghapus ( dosa ) dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.”   (HR Muslim )

c.        Puasa Asyura, Puasa sunah pada bulan Asyura, ada tiga tingkatan, yaitu :
1.      berpuasa tiga hari yaitu, tanggal  9,  10 dan 11 di bulan Syura atau Muharam
2.      berpuasa dua hari yaitu, tanggal 9 dan 10 di  bulan Syura atau Muharam
3.      berpuasa satu hari yaitu,  tanggal 10 Syura atau Muharam
Bulan Syura adalah bulan kemenangan nabi Musa as dan Bani Israil dari musuh, barang siapa berpuasa As Syura dihapus ( dosanya ) satu tahun yang lalu.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;

صِيَامُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءِ: أَحَتسِبَ عَلَى الله أَنْ يُكَفِرَ السَّنَةِ الَّتِى قَبْلَهُ  (رواه مسلم)
  Artinya :
“ Puasa pada hari As Syura menghapus ( dosa )  selama satu tahun yang lalu.” ( H.R. Muslim)

d.       Puasa bulan Sya’ban
Puasa di bulan Sya’ban ini tidak ada ketentuan, apabila dalam mengerjakan puasa di bulan Sya’ban  lebih banyak daripada di bulan lain adalah lebih baik. 
Nabi bersabda :
كاَنَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ, كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانِ اِلاَّ قَلِيْلاً  (أخرجه البخارى)
Artinya :
Rasulullah pernah berpuasa penuh di bulan sya’ban, juga pernah berpuasa di bulan sya’ban tidak penuh (dengan tidak berpuasa pada hari-hari yang sedikit jumlahnya)” (H.R. Bukhari)

e.        Puasa Senin dan Kamis
Allah Swt pada setiap Senin dan kamis  mengampuni dosa-dosa setiap muslim, supaya kita diampuni dosanya oleh Allah,  maka berpuasalah.
Rasulullah saw. bersabda ;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تُعْرَضُ اْلأَ عْمَالِ كُلَّ اثْنَيْنِ وَ خَمِيْسِ فَأَحَبُّ اَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَاَنَا صَائِم (رواه أحمد والترمذى)
Artinya :
“ Rasulullah saw. bersabda : Ditempatkan amal-amal umatku pada hari Senin dan Kamis, dan aku senang amalku ditempatkan, maka aku berpuasa.”  (HR Ahmad dan Tirmidzi ).  
 Hadis diriwayatkan dari Aisyah, Nabi SAW. bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ يَتَحَرَّى صِيَامُ اْلاِ ثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ  (رواه الترمذى)
Artinya :
“Dari Aisyah ra. Ia berkata: Bahwasanya Nabi SAW selalu memilih puasa hari senin dan hari kamis.” (H.R. Tirmidzi)

f.        Puasa pada pertengahan bulan Qomariyah
Puasa pertengahan bulan ini dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15 Qamariyah.
Sabda Rasulullah saw.
عَنْ اَبِى ذَرٍّ مَنْ صَامَ ثَلاَ ثَةَ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ فَقَدْ صَامَ الدَّ هْرَ كُلَّهُ (اخرجه احمد والترمذى)
Artinya :
“ Dari Abu Dzar,  : Barang siapa puasa tiga hari setiap bulannya maka sungguh ia telah puasa selama satu tahun penuh.”  ( HR Ahmad dan Tirmidzi )
Hadis Abu Dzar yang lain menjelaskan:
اِذَا صُمْتُ مِنَ الشَّهْرِ ثلاَ ثَةَ فَصُمَّ ثَلاَثَ عَشَرَةَ وَاَرْبَعَ عَشَرَةَ وَخَمْسَ عَشَرَةَ   (اخرجه احمد والترمذى وابن حبان)
Artinya :
“Ketika kamu ingin puasa setiap bulan tiga hari maka puasalah setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. (H.R. Ahmad,Tirmidzi dan Ibnu Hiban)

g.        Puasa Daud
Puasa Daud yaitu puasa yang dilakukan dengan cara sehari berpuasa sehari berbuka ( tidak berpuasa ).
Nabi SAW. bersabda :

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: اِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ اِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ, وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ اِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلاَمِ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثَلَثَهُ , وَيَنَامُ سُدُسَهُ, وَكَانَ يَصُوْمُ يَوْمًاوَيُفْطِرُ يَوْمًا (اخرجه البخارى)
Artinya :
“Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya puasa (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah puasa Nabi Dawud, dan salat (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah salat Nabi Dawud, Nabi Dawud tidur separuh malam, lalu salat sepertiga malam, kemudian tidur lagi seperenam malam, dan beliau berpuasa sehari lalu berbuka sehari (selang-seling)” (H.R. Bukhari) 

      3.    Waktu-waktu yang diperbolehkan dan diharamkan puasa

Waktu-waktu yang diperbolehkan puasa yaitu pada bulan Ramdhan ( puasa wajib ) dan waktu-waktu  seperti  di atas karena Allah Swt pada saat itu akan menurunkan rahmatNya kepada manusia. Ada beberapa waktu yang dilarang untuk berpuasa, larangan  tersebut semata-mata untuk memberi kesempatan umat Islam agar dapat mengambil  manfaat di dalamnya.
Adapun hari yang dilarang untuk berpuasa dalam satu tahun ada 5 hari, yaitu ;
a.             dua hari raya yaitu hari raya idul fitri dan hari raya idul adha.
b.            tiga hari tasyrik yaitu,  tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
            Rasulullah saw bersabda :
عَنْ اَنَسٍ أَنّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صَوْمِ خَمْسَةِ اَيَّامٍ مِنَ السَّنَةِ: يَوْمُ اْلفِطْرِ وَيَوْمُ النَّخْرِوَثَلاَ ثَةُ اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ (رواه الدرقطنى)
Artinya :
“ Dari An Nas, bahwasannya nabi saw . telah melarang berpuasa dalam lima hari setahun yaitu : a. hari raya   Idul Fitri ,  b. hari raya Idul Adha dan c. hari Tasyriq ( tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah ).” ( HR Daru Quthni) 

      4   Hikmah puasa sunah
a.       jiwa akan menjadi bersih
b.      badan menjadi sehat
c.       mendapatkan pahala
d.      melatih displin, kejujuran dan kesabaran dalam melaksanakan tugas
e.       mendidik agar kita dapat mengendalikan nafsu
f.       mendidik rasa kasih sayang terhadap fakir miskin
g.      merupakan tanda syukur kepada Allah Swt atas segala nikmatNya.




Sejarah zakat
Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Alquran. Pada awalnya, Alquran hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin.[1]. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.[2].
Pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan didistribusikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin, janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar.[3]. Syari'ah mengatur dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan.
[sunting] Hukum zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah. Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia dimana pun
[sunting] Jenis zakat
Zakat terbagi atas dua jenis yakni:
  • Zakat fitrah
    Zakat yang wajib dikeluarkan
    muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
  • Zakat maal (harta)
    Zakat yang dikeluarkan seorang
    muslim yang mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
[sunting] Yang berhak menerima
Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, yakni:
  1. Fakir - Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
  2. Miskin - Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
  3. Amil - Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
  4. Mu'allaf - Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya
  5. Hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya
  6. Gharimin - Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya
  7. Fisabilillah - Mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah, perang dsb)
  8. Ibnus Sabil - Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.
[sunting] Yang tidak berhak menerima zakat[4]
  • Orang kaya. Rasulullah bersabda, "Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga." (HR Bukhari).
  • Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
  • Keturunan Rasulullah. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat)." (HR Muslim).
  • Orang yang dalam tanggungan yang berzakat, misalnya anak dan istri.
  • Orang kafir.
[sunting] Beberapa Faedah Zakat[5]
[sunting] Faedah Diniyah (segi agama)
  1. Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
  2. Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
  3. Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (QS: Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits yang muttafaq "alaih Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam" juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
  4. Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah Muhammad SAW.
[sunting] Faedah Khuluqiyah (Segi Akhlak)
  1. Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
  2. Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
  3. Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
  4. Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
[sunting] Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
  1. Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
  2. Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
  3. Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
  4. Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
  5. Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.
[sunting] Hikmah Zakat
Hikmah dari zakat antara lain:
  1. Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
  2. Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
  3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
  4. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
  5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
  6. Untuk pengembangan potensi ummat
  7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
  8. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.
[sunting] Zakat dalam Al Qur'an
  • QS (2:43) ("Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'".)
  • QS (9:35) (Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.")
  • QS (6: 141) (Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan).